*)Oleh: Anwar Hudijono
Wartawan Senior di Sidoarjo
Karena hendak dinaiki seorang Presiden, bisa dipastikan helikopter disiapkan sebaik-baiknya. Pilot dan awaknya dites dan dikarantina. Badan metereologi dan geofisika siaga tingkat tinggi memantau cuaca. Semua disiapkan seoptimal mungkin untuk keselamatan Presiden.
Kalau akhirnya helikopter yang membawa Presiden Iran Ebrahim Raisi jatuh yang mengakibatkan Raisi dan penumpang lannya, termasuk Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian gugur, menunjukkan bahwa takdir Allah lebih kuat dari ikhtiar manusia.
Allah menetapkan takdir menggunakan ilmu. Sementara ilmu Allah itu tanpa batas. Inilah sebabnya manusia seringkali tidak bisa memahami takdir-Nya karena ilmu manusia sangat terbatas. Ibaratnya ilmu manusia itu setetes air di lautan jika dibanding ilmunya Allah.
Sebelum wafat, sebenarnya Raisi – sebagaimana umat manusia lainnya – sudah dikuntit oleh 99 penyebab kamatian. Jika lolos satu sebab, sebab lain sudah membayangi. Kali ini Raisi tidak bisa lolos dari sebab berupa musibah kecelakaan helikopter. Inilah takdirnya. Yang meliputi kapan, tempat dan sebab kamatian. Jika sudah takdir tidak bisa ditunda maupun dimajukan.
“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun. (Quran, surah Al Araf 34).
Kalau saja bisa minta ditunda, pasti rakyat Iran minta ditunda karena dia disiapkan menggantikan posisi Pemimpin Tertinggi Iran Sayid Ali Khamenei. Penyiapan itu dengan pertimbangan usia Raisi jauh lebih muda dari Khamenei. Asumsinya yang tua meninggal lebih dulu.
Padahal usia itu tidak bisa dipakai pedoman melihat kematian. Termasuk jika pembaca tulisan ini lebih muda dari saya, bisa saja lebih dulu meninggal dari saya. Yang usianya di atas saya bisa jadi memang duluan sedang saya belakangan. Monggo, sebagai yang lebih muda saya ngalah saja.
Menjadi perbincangan tentang kondisi jazad Raisi. Yang perlu dimafhumi bagaimanapun penyebab kematian entah terbakar, kecelakaan atau di tempat tidur, dan apapun kondisi jazad, sebenarnya proses kamatian itu hanya ada dua.
Pertama, jika yang mati orang baik akan disambut oleh malaikat dengan memakai baju putih. Wajah mereka ceria berseri-seri. Mereka membawa wewangian dan kain kafan dari surga. Malakul maut saat mencabut nyawa melakukannya dengan penuh kasih sayang dan bijaksana.
Kedua, jika yang mati orang jahat akan disambut oleh malaikat yang kasar, wajahnya sangar, membawa kain kafan buruk dari neraka. Malakul maut mencabut nyawanya dengan kasar dan sadis sambil mumukul dada yang mati. Bau yang mati sangat anyir dan memuakkan. Sehingga tatkala dibawa ke langit tidak ada yang mau membukakan pintu.
Setiap peristiwa kematian adalah nasihat bagi para yang masih hidup. Bahwa setiap manusia pasti mati alias kita ini sebenarnya calon jenazah. Cuma tidak tahu kapan, di mana dan caranya mati. “Dan tidak ada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal. (Qur’an, surah Lukman 34).
Dan yang lebih utama adalah mawas diri seberapa bekal yang kita miliki untuk perjalanan hidup setelah mati? (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News