Etika Politik Islam dan Bangkit-Runtuhnya Peradaban Islam
Slamet Muliono Redjosari. foto: dok/pri

*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari

كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّا سِ تَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَا نَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَ كْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (QS. Ali ‘Imran : 110)

Tantangan yang paling berat yang dihadapi umat Islam saat ini adalah hilangnya kebanggaan sebagai orang yang beridentitas muslim. Krisis identitas ini merupakan badai besar yang banyak memarginalkan peran politik umat Islam.

Alih-alih berkiprah dalam mewarnai kancah politik, identitas kaum muslimin terus menerus dipersoalkan.

Ironisnya, elite politik muslim tidak identik dengan politik amar ma’ruf nahi munkar, tetapi justru menjadi bagian dari tersebarnya kemaksiatan politik dan runtuhnya etika-moral dalam kehidupan bernegara.

Godaan dan fasilitas duniawi menjadi faktor utama memudar dan runtuhnya kebanggaan beridentitas muslim.

Mereka bukannya menjadi pelopor tetapi justru menjadi bagian dari pembusukan nilai-nilai etika-moral, baik dalam kehidupan sebagai muslim maupun sebagai elite politik yang memiliki wewenang dan kekuasaan politik.

Melihat sejarah kejayaan umat Islam, tegaknya nilai-nilai Islam tidak lepas dari bimbingan elite muslim yang memiliki ruh jihad menjalankan Islam.

Nabi dan para sahabatnya telah dipuji sebagai contoh umat terbaik karena memiliki identitas yang jelas, yakni sebagai penegak kebenaran. Karakteristik yang melekat dalam diri mereka adalah amar ma’ruf nahi munkar.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini