4. Kajian Tafsir Ibnu Katsir
Al-Maidah, ayat 116-118:
وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (116) مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (117) إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (118)
“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah’? Isa menjawab, “Mahasuci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya, maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku, dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya, yaitu, ‘Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhan kalian,’ dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku. Engkaulah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau; dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Hal ini pun termasuk khitab Allah yang ditujukan kepada hamba dan rasul-Nya —yaitu Isa putra Maryam— seraya berfirman kepadanya di hari kiamat di hadapan orang-orang yang menjadikan dia dan ibunya sebagai dua tuhan selain Allah, yaitu:
يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ
“Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah”? (Al-Maidah: 116)
Di balik kalimat ini terkandung ancaman yang ditujukan kepada orang-orang Nasrani, sekaligus sebagai celaan dan kecaman terhadap mereka di hadapan semua para saksi di hari kiamat. Demikianlah menurut apa yang dikatakan oleh Qatadah dan yang lainnya. Pengertian ini disimpulkan oleh Qatadah melalui firman selanjutnya:
{هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ}
“Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka. (Al-Maidah: 119)
As-Saddi mengatakan, khitab dan jawaban ini terjadi di dunia. Pendapat ini dibenarkan oleh Ibnu Jarir. Ia mengatakan bahwa hal ini terjadi ketika Allah mengangkatnya ke langit. Imam Ibnu Jarir mengemukakan alasannya untuk memperkuat pendapat tersebut melalui dua segi, yaitu:
Pertama, pembicaraan dalam ayat ini memakai bentuk madi (masa lalu). Kedua, firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala) menyebutkan: Jika Engkau menyiksa mereka. (Al-Maidah: 118); dan jika Engkau mengampuni mereka. (Al-Maidah: 118)
Tetapi kedua alasan tersebut masih perlu dipertimbangkan, mengingat madi menunjukkan pengertian bahwa kejadiannya merupakan suatu kepastian yang telah ditetapkan.
{إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ}
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau.” (Al-Maidah: 118), hingga akhir ayat.
Ini merupakan ungkapan pembersihan diri Nabi Isa a.s. terhadap perbuatan mereka dan menyerahkan perkara mereka kepada kehendak Allah (Subhanahu wa Ta’ala) Ungkapan dengan bentuk syarat ini tidak memberikan pengertian kepastian akan kejadiannya, seperti juga yang terdapat di dalam ayat-ayat lain yang semisal.
Tetapi pendapat yang dikatakan oleh Qatadah dan lain-lainnya adalah pendapat yang paling kuat, yaitu yang menyatakan bahwa hal tersebut terjadi pada hari kiamat, dengan makna yang menunjukkan sebagai ancaman kepada orang-orang Nasrani dan kecaman serta celaan bagi mereka di hadapan para saksi di hari tersebut.
Pengertian ini telah diriwayatkan oleh sebuah hadis yang berpredikat marfu yaitu diriwayatkan oleh Al-Hafiz Ibnu Asakir di dalam pembahasan autobiografi Abu Abdullah, maula Umar ibnu Abdul Aziz yang dinilai siqah.
سَمِعْتُ أَبَا بُرْدَةَ يُحَدِّثُ عُمَرَ بْنَ عَبْدِ الْعَزِيزِ عَنْ أَبِيهِ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ دُعِيَ بِالْأَنْبِيَاءِ وَأُمَمِهِمْ، ثُمَّ يُدْعَى بِعِيسَى فَيُذَكِّرُهُ اللَّهُ نِعْمَتَهُ عَلَيْهِ، فيقِر بِهَا، فيقولُ: {يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ وَعَلى وَالِدَتِكَ} الْآيَةَ [الْمَائِدَةِ: 110] ثُمَّ يَقُولُ: {أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ} ؟ فَيُنْكِرُ أَنْ يَكُونَ قَالَ ذَلِكَ، فَيُؤْتَى بِالنَّصَارَى فَيُسْأَلُونَ، فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، هُوَ أَمَرَنَا بِذَلِكَ، قَالَ: فَيُطَوَّلُ شَعْرُ عِيسَى، عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَيَأْخُذُ كُلُّ مَلَكٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ بِشَعْرَةٍ مِنْ شَعْرِ رَأْسِهِ وَجَسَدِهِ. فَيُجَاثِيهِمْ بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ، عَزَّ وَجَلَّ، مِقْدَارَ أَلْفِ عَامٍ، حَتَّى تُرْفَعَ عَلَيْهِمُ الْحُجَّةُ، وَيُرْفَعَ لَهُمُ الصَّلِيبُ، وَيُنْطَلَقَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ”،
“Disebutkan bahwa ia pernah mendengar Abu Burdah menceritakan hadis kepada Umar ibnu Abdul Aziz, dari ayahnya (yaitu Abu Musa Al-Asy’ari) yang telah mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah bersabda, “Apabila hari kiamat tiba, maka para nabi dipanggil bersama dengan umatnya masing-masing. Kemudian dipanggillah Nabi Isa, lalu Allah mengingatkannya akan nikmat-nikmat yang telah Dia karuniakan kepadanya, dan Nabi Isa mengakuinya.” Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berfirman: Hai Isa putra Maryam, ingatlah nikmat-Ku kepadamu dan kepada ibumu. (Al-Maidah: 110), hingga akhir ayat. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah”? (Al-Maidah: 116) Isa a.s. mengingkari, bahwa dia tidak mengatakan hal tersebut. Kemudian didatangkanlah orang-orang Nasrani, lalu mereka ditanya. Maka mereka mengatakan, “Ya, dialah yang mengajarkan hal tersebut kepada kami.” Maka rambut Nabi Isa a.s. menjadi memanjang, sehingga setiap malaikat memegang sehelai rambut kepala dan rambut tubuhnya (karena merinding ketakutan). Lalu mereka didudukkan di hadapan Allah (Subhanahu wa Ta’ala) dalam jarak seribu tahun perjalanan, hingga hujjah (alasan) mereka ditolak dan diangkatkan bagi mereka salib, kemudian mereka digiring ke dalam neraka.”