Kepribadian tidak jujur masuk ke dalam kepribadian bermuka dua (nifaq). Kepribadian nifaq merupakan karakter orang munafik, yaitu sifat seseorang yang menampakkan baik di pandang orang lain padahal menyembunyikan keburukan dan kebusukan.

Segala yang dinampakkan berbeda dengan kenyataannya. Mereka tidak dapat menghadapi kenyataan sehingga berdusta bila berbicara, mengingkari janji jika mereka berjanji, dan berkhianat jika diberikan kepercayaan.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa [4] ayat 142:

إِنَّ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ يُخَٰدِعُونَ ٱللَّهَ وَهُوَ خَٰدِعُهُمۡ وَإِذَا قَامُوٓاْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ قَامُواْ كُسَالَىٰ يُرَآءُونَ ٱلنَّاسَ وَلَا يَذۡكُرُونَ ٱللَّهَ إِلَّا قَلِيلٗا  ١٤٢

“Kemudian Allah menjelaskan sikap orang-orang munafik yang selalu membantu tipu daya untuk menghalang-halangi berkembangnya agama Islam. Mereka juga menipu Rasul saw dengan jalan menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekafiran.”

Menukil sebuah tulisan dari Prof. Haedar Nashir tentang kejujuran, bila menjadi pemimpin tidak perlu bertopeng demi citra dan pesona. Tidak perlu pula banyak polah yang membingungkan umat atau rakyat.

Jika Allah memberikan anugerah menjadi pemimpin cerdas dan hebat, syukurilah nikmat itu dengan sikap tawadu, tidak congkak, dan lupa diri. Belajarlah ilmu padi, makin tua kian berisi, kian matang makin merunduk.

Dengarlah suara hati dari lubuk kalbu terdalam agar menjadi pemimpin yang autentik, bukan yang serba kamuflase.

Simak pula bisikan jernih dan suara kebenaran yang datang dari umat atau siapapun yang memberikan tausyiyah atau kritik, siapa tahu memang kita sedang berada di jalan yang salah. Jangan merasa benar dan digdaya sendiri.

Pemimpin yang jujur akan lurus dalam mengurus umat atau rakyat. Menjadi pemimpin jujur dan tulus dalam mengelola hajat hidup orang banyak itu itu memang tidak mudah.

Rasulullah bersabda:  “Tidaklah seorang hamba (pemimpin) yang mengurus urusan umat manakala tidak mau bersusah payah  dan tidak berlaku jujur serta tulus kepada yang dipimpinnya, melainkan hamba itu pasti tidak akan dapat mencium harumnya surga.” (HR. Bukhari-Muslim).  

Allah SWT bahkan berfirman: “Supaya Allah memberikan balasan kepada orang-orang yang benar karena kebenarannya, dan menyiksa orang-orang munafik jika dikehendakinya, atau menerima tobat mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Ahzab [33]: 24).

Jamaah Jumat rahimakumullah

Mudah-mudahan khotbah yang singkat ini dapat menjadi motivasi bagi kita untuk mulai membumikan budaya kejujuran. Bahwa jujur itu tanpa batas.

Tidak akan rugi manusia yang berlaku jujur. Jujur tidak akan membuat kita menjadi manusia yang hancur.

Justru dengan kejujuran akan membawa keberkahan dan menjadi penyelamat kita dari siksa api neraka kelak.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini