Sulthon Amien Sebut Perlunya Paradigma Baru dalam Pola Pengkaderan Mubaligh Muhammadiyah
Sulthon Amien (no.3 dari kiri) saat menyerahkan penghargaan Majelistabligh Award 2024.
UM Surabaya

Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Dr Sulthon Amien, MM memberikan otokritik terhadap pola pengkaderan mubaligh di Muhammadiyah. Menurut Sulthon, selama ini para mubaligh muda hanya didoktrin ceramah dari para mentornya tanpa diberikan ruang untuk berlatih dan berekpresi.

Untuk itu, Sulthon mengajak semua pihak untuk memikirkan paradigma baru dalam pola pengkaderan mubaligh di Muhammadiyah.

“Dari pagi sampai malam, mubaligh kita diceramahi materi A sampai Z. Tidak ada kesempatan untuk berlatih di masjid-masjid milik Muhammadiyah sebagai bagian ekspresi para mubaligh muda,” ujarnya di hadapan peserta Rakerwil II Majelis Tabligh PWM Jatim, di Aula KH Mas Mansur PWM Jawa Timur, Kamis (23/5/2024).

Lebih lanjut Sulthon mengatakan, semestinya dalam setiap acara Muhammadiyah sudah harus mulai melibatkan Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) sebagai bagian dari pola pengkaderan mubaligh muda. Hal ini agar mendapatkan tempat untuk mempraktekkan semua materi yang didapatkan selama mengikuti tahapan pengkaderan di Muhammadiyah.

“Misal dalam acara Rakerwil ini, kenapa yang qori dan MC tidak diserahkan kepada AMM?. Kalau semua diserahkan kepada yang sudah pengalaman, lalu kapan kader-kader muda tampil,” ungkap Sulthon yang juga pemilik Klinik Kesehatan Parahita ini.

Sorotan lain yang juga mendapatkan perhatian Sulthon yaitu mubaligh Muhammadiyah tidak bisa menjadi orator yang ulung pada saat memberikan ceramah. Sehingga, pada saat tampil di mimbar, ceramah mubaligh Muhammadiyah tidak menarik bagi para jemaah.

“Padahal, Nabi Muhammad SAW itu kalau ceramah konon matanya sampai melotot dan mukanya merah sebagai bagian ekspresi untuk meyakinkan ummat,” terangnya.

Dari hal ini, ujar Sulthon, harus ada paradigma baru dalam pola pengkaderan mubaligh di Muhammadiyah. Para mubaligh Muhammadiyah harus bisa tampil meyakinkan dengan kata-kata yang runtut dan enak didengar, materi ceramahnya singkat tapi padat berisi, dengan durasi yang pendek. Tapi Salatnya kata Sulthon, harus agak lama. Jangan dibalik. Selain itu, bacaan suratnya saat menjadi imam juga harus merdu dan bagus.

“Saat ini khotbah Jumat, mubaligh Muhammadiyah masih terlalu lama, tapi salatnya sebentar. Harusnya kan ceramahe diluk, salate sing suwe. Minimal suratnya ya Hal-ataka (QS Al Gasyiyah) dan Shabbihis (QS Al A’la),” katanya.

Lebih lanjut Sulthon menjelaskan, selain pola pengkaderan yang perlu mendapatkan perhatian, hal lain yang perlu diperhatikan yaitu minimnya mubaligh perempuan di Muhammadiyah.

“Saya teringat pada suatu saat bersama Pak Saad, ketika mendengarkan pidato Ketua Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa yang sangat runtut dan memukau jemaah. Sehingga Pak Saad bilang, kita sampai saat ini masih belum bisa mencetak kader mubalighot seperti Bu Khofifah ya,” ulasnya. (ded)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini