Tengoklah Ranting dan Cabang Muhammadiyah yang Berserak
Dua aktivis Aisyiyah yang sibuk mempersiapkan acara. foto: nurbani yusuf

*) Oleh: Dr. Nurbani Yusuf

Kang Samidi mengayuh sepeda menembus rerimbunan kebun tebu dan semak sepanjang tujuh kilo untuk membagikan undangan halal bi halal Muhammadiyah di rumahnya.

Ini ranting baru berdiri belum punya apa pun. Satu-satunya amal usaha yang dipunya adalah : sebelas jamaah pengajian keliling dari rumah ke rumah.

***

Ranting macam begini tak cukup punya nyali untuk mendatangkan para pimpinan dan ulama Muhammadiyah berkelas.

Karena tak ada yang dibanggakan untuk diresmikan. Mereka tidak punya garansi dan jaminan untuk diagunkan. Mereka tak punya pita untuk digunting.

Ada dua belas desa dalam satu kecamatan, kita punya dua ranting, dua buah masjid yang belum jadi dan disokong sekitaran 35 jamaah yang tinggalnya saling berjauhan tutur Pak Sekretaris Cabang penuh gelora.

Hari ini saya terkesima, ghirah jamaah ranting begitu memesona. Saya diundang tidak untuk meresmikan sekolah atau masjid atau klinik, tapi meresmikan sekaligus membuka pengajian di rumah kang Samidi salah seorang penggerak yang ulet.

***

Ini keberkahan, bertemu dengan aktivis pergerakan yang ulet, selalu optimistis dan banyak akal. Hanya dalam seminggu lima buah ranting saya kunjungi dengan karakteristik yang berbeda.

Ada sekumpulan para dosen, guru, pengusaha, pensiunan dan adik-adik pelajar dan mahasiswa. Ini ranting kosmopolit kelas menengah. Dihuni orang-orang terdidik. Satu masjid baru dibangun dan program ke depan yang futuristik.

Di ranting lain, ada sekumpulan petani, buruh pabrik, kuli bangunan, pedagang pasar dan ibu-ibu bakul sayur yang biasa disebut melijo juga berkeinginan sama.

Sedikit sekali kaum terdidiknya, tapi sudah mencanangkan mau bikin PAUD, TK, dan SMK. Mereka urunan dan patungan beli tanah dari curahan keringatnya.

***

Prototype jamaah Muhammadiyah sangatlah beragam. Ada yang sangat kuat dengan sumberdaya melimpah. Dana besar, fasilitas mewah, sokongan sumber daya yang melimpah dan jaringan yang kuat dengan akses politik.

Ada amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang bisa memberi honor cukup, fasilitas dan jaminan hari tua.

Tapi ada yang digaji dari donatur rumah ke rumah dibayar telat. Mereka tertinggal tidak pernah dihitung bahkan disebut: tapi mereka tetap ranting yang bergerak dan beramal saleh.

Pada ranting-ranting macam begini mereka butuh pendampingan, butuh teman bahkan sedikit disapa agar tetap terlihat ada, meski adanya tak dianggap. Pak AR Fakhrudin pernah berkata bahwa ranting adalah The Real Muhammadiyah.

***

Alangkah baiknya jika para kaum terdidik tidak hanya berkerumun di atas di entah berantah, tapi berkenan turun ke bawah, mengelola jamaah ranting akar rumput.

Alangkah indahnya jika para guru besar para doktor para sarjana mengelola ranting dan cabang-cabang yang berserak.

Para ulama berkelas berkenan rawuh di ranting dan masjid masjid kampung, tengoklah ke bawah jangan terus mendongak ke atas. Nggak capek ta lihat ke atas terus? (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini