UM Surabaya

Manusia Berkualitas

Kualitas manusia dalam Al-Qur’an tidak dapat dipisahkan dari pandangan dunia (world view) tauhidinya. World view ini secara langsung terkait dengan kesadaran manusia akan keesaan Tuhan, sebagai sumber dari segala sesuatu, baik yang dapat dipikirkan maupun yang tidak terpikirkan.

Rekomendasi putri Nabi Syuaib untuk menjadikan Musa sebagai pekerja memiliki makna tauhid dan filosofis yang komprehensif: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: ‘Wahai ayahku! Ambillah dia sebagai pekerja, karena sesungguhnya orang yang paling baik untuk dipekerjakan adalah orang yang kuat dan dapat dipercaya/jujur (al-Qawiy al-amien)”. (Surah al-Qasas (28), ayat: 26).

Term al-Qawiy al-amien yang disampaikan oleh putri Nabi Syu’aib tersebut mengajarkan dua hikmah kualitas:

1. Bahwa rekrutmen pegawai/staf/partner kerja/pemimpin harus memperhatikan dua standar kualitas al-Qawiy al-amien ini. Menurut penulis dua standar kualitas ini dapat diterjemahkan sebagai “kualitas skill dan kualitas moral”. Kualitas skill berhubungan dengan kualitas fisik dan kecerdasan intelektual. Adapun kualitas moral berhubungan dengan attitude (sikap amanah) dan keterampilan spiritual.

2. Hikmah keseimbangan. Yang menarik, dalam kasus ini, kedua kualitas tersebut harus wujud secara seimbang yang dibangun atas dasar world view tauhid. Dua kualitas tersebut sangat fundamental. Keterampilan fisik (skill) dan kecerdasan intelektual sangat penting dalam dunia kerja seseorang, tetapi tidak cukup, jika tidak didukung oleh kualitas moral.

Demikian pula, orang yang bermoral tapi nir skill yang baik, juga akan mengganggu lingkungan kerja. Itulah pentingnya keseimbangan. Ketidakseimbangan dua kualitas ini akan menjadi bencana bagi diri sendiri, tempat kerja, masyarakat, dan lingkungan.

Tidak sedikit orang yang memiliki kualitas skill tinggi dan hebat menjadi perusak. Masalah korupsi, kemunafikan dalam politik dan ekonomi, ilmuwan nakal, disebabkan oleh terlalu mementingkan aspek fisikal dan intelektual, kemudian mengabaikan aspek attitude dan spiritualitas.

Skill dapat dikembangkan dengan berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan berjenjang hingga sekelas doktoral. Namun, ini tidak menjamin dapat meraih kualitas moral, karena keterampilan terakhir ini bersifat “immaterial dan irasional”.

Model pendekatan pendidikan dan pelatihannya melalui kontemplasi dan pengalaman bersama alam, karena itu, tidak jarang kita menemukan orang miskin (bahkan tidak berpendidikan formal) yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di ladang atau di laut memiliki keterampilan skill, sikap dan spiritual yang hebat.

Sikap Nabi Syu’aib dan putrinya terhadap dua hikmah di atas, juga menjadi concern Nabi Muhammad saw. Beliau selalu memperingatkan agar menjadi umat berkualitas. Beliau adalah teladan bagi pekerja, pebisnis, pejuang, komandan, dan kepala negara yang menjunjung tinggi kualitas skill dan moral.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini