Perempuan itu berjalan tertatih-tatih menuju Masjid Al Mabrur, Asrama Haji Sukolilo, Surabaya. Tubuhnya dibalut mukena. Sementara tangannya menenteng sajadah dan tasbih.
Tepat di bibir masjid, dia lepaskan sandal. Masih dengan jalan perlahan dan agak pincang, dia menuju tempat salat perempuan. Di sana banyak jemaah salat perempuan yang bersiap menunaikan salat.
Belakangan diketahui kalau perempuan itu, Nur Hasanah (49 tahun), Dia calon jemaah haji kloter 43 asal Probolinggo.
Nur Hasanah menceritakan kalau jalannya terganggu lantaran mengalami cedera dan terindikasi syaraf terjepit.
“Saya disarankan dokter untuk melakukan operasi tetapi saya menolak karena mau berangkat haji. Kalau sudah pulang nanti, saya konsultasikan lagi,” ucap ibu dari 3 anak ini.
Nur menjelaskan sehari-hari dia berjualan kerupuk di Pasar Wonoasih, Probolinggo. Dia jualan kerupuk renteng di pasar mulai jam 3 dinihari sampai jam setengah 10 pagi.
“Ya tergantung ramai atau tidaknya. Kalau sepi, jam 9 saya sudah pulang,” aku Nur.
Sebagai pedagang, dia mengaku pendapatannya tidak pasti. “Namanya juga jualan, terkadang sepi, terkadang ramai,” akunya.
Ia mengaku menggoreng dan mengemas kerupuknya sendiri. Sekarang, Nur bisa mempekerjakan orang untuk membantu saya menggoreng dan membungkus kerupuk.
“Kalau kerupuk mentahnya, saya mengambil dari Sidoarjo,” jelasnya seperti yang disapaikan dalam rilis humas PPIH Embarkasi Surabaya, Jumat (24/5/2024).
Nur Hasanah tak menyangka jika seorang penjual kerupuk seperti dirinya bisa mendapat panggilan untuk berangkat haji.
“Alhamdulillah barokah, sambil dibantu suami saya bertani saat itu. Kalau sekarang suami sudah tidak kerja lagi karena sakit stroke,” jelasnya.
Meskipun jalan harus dituntun, Nur Hasanah sudah siap lahir batin berangkat haji.
“Yah kondisi saya seperti ini, susah jalan. Suami saya juga sudah 3 tahun ini sakit stroke tetapi Alhamdulillah kami bisa berangkat.” ucapnya penuh syukur.
Nur mengenang awal mula dia mendaftar haji pada 2011. “Saya dan suami, Pak Kholili dari dulu ingin mendaftar haji tetapi uang kami saat itu belum mencukupi,” terangnya.
Kebetulan saat itu ada BMT Syariah yang menawarkan dana talangan haji. “Saat itu, saya punya uang sebelas juta, kurang 14 juta, saya pun pinjam ke BMT. Dalam waktu satu tahun, saya bisa melunasi hutang saya di BMT,” jelasnya.
Sambil menunggu masa keberangkatannya, Nur rutin menabung di BMT. Setiap hari dia menabung, kadang Rp 5 ribu, kadang Rp 10 ribu.
“Tiap hari Jumat libur. Ketika nabung pada hari Sabtu, saya nabung untuk jatah dua hari,” ungkapnya.
Nur Hasanah dan suami tercintanya, Kholili mestinya tahun ini berangkat bertiga bersama ibunda. Namun takdir berkata lain, sang ibunda telah mendahului menghadap Ilahi.
Di Tanah Suci nanti dia akan memanjatkan doa terbaiknya untuk ibunda tercinta serta untuk anak-anak beserta keluarga di Tanah Air.
Dia juga ingin memanjatkan doa untuk kesembuhan sakitnya dan suaminya. “Semoga diijabah Allah SWT,” cetusnya penuh harap. (*/tim)