Ketika Nama Kita Dipanggil
foto: pixabay

*) Oleh: Sigit Subiantoro,
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri

Sahabatku yang semoga dirahmati Allah.

Setiap kali pulang dari rumah takziah, kita selalu diajak untuk merenung lebih dalam tentang kehidupan.

Di rumah duka, kita pasti akan disadarkan, bahwa dunia ini adalah sebuah terminal, kita semua sedang duduk.
Kita semua sedang menunggu giliran.

Ketika nama kita dipanggil, kita mau tidak mau, suka tidak suka, siap tidak siap, harus berangkat.

Kanker, serangan jantung atau penyakit lainnya, termasuk juga kecelakaan atau bencana alam, hanyalah sebuah jalan atau sarana.

Lucunya, kita semua tahu tentang kebenaran ini tapi kita tidak pernah sungguh-sungguh menyadarinya.

Kita kadang menganggap akan hidup lama di dunia ini atau juga, seperti kata seorang sahabat saya :
Kita berpikir kematian itu hanya milik orang lain.

Di tengah- tengah waktu yang berlari dengan sangat cepat, kehidupan kita – anda dan saya – sedang melaju dengan pasti menuju titik akhir.

Kita bahkan tidak tahu sama sekali titik akhir itu ada di mana?

Mungkin ia berjarak 30 tahun, 20 tahun, 10 tahun atau jangan-jangan hanya hitungan hari. Siapa yang bisa tahu?

Tidak ada satu manusia pun yang bisa mengandalkan kesehatan, kekuatan dan kekayaannya untuk menangguhkan kematiannya.

Saya tidak tahu Anda berusia berapa.
Tapi, jika saat ini ada yang berusia 20-an tahun dan Anda tengah mengagungkan kemudaan Anda, percayalah, Anda sedang ada di dalam mimpi.

Saat Anda tersadar, tentang fananya dunia kehidupan ini. Anda akan melihat rambut Anda mulai menipis, memutih dan pasti menua dalam proses kehidupan.

Tiga puluh tahun lalu saya adalah seorang anak muda yang enerjik, penuh cita-cita, hampir tidak pernah berpikir tentang kematian.
Lalu semuanya berlalu dengan sangat cepat.

Dulu orang-orang memanggil dengan sebutan nama, lalu Mas/ Mbak, Pak/ Bu dan kemudian berubah menjadi Om/ Tante.

Tak lama lagi, orang-orang mungkin akan memanggil saya dengan sebutan kakek/nenek atau opa/oma.

Saya punya teman yang kini berusia 50 tahun lebih. Beberapa tahun lalu, ia terperangah karena tiba-tiba orang-orang mulai menyebut dia sebagai Om/Tante.
Ia tidak bisa menerima kenyataan ini..
Tiap kali orang-orang memanggil dia Om/ Tante, entah itu pelayan restoran atau penjaga toko, ia marah besar.

Ia belum bisa menerima kenyataan. Ya, kenyataan yang tidak bisa dibantah adalah kita semua, seberapa banyaknya pun harta atau tinggi ilmunya, pengetahuan kita, kita semua setiap hari akan bertambah tua.

Menua setiap hari adalah kodrat kita sebagai manusia. Saat kita melihat di depan cermin, kita mungkin melihat sosok diri kita yang sama dengan kemarin.

Namun, sesungguhnya perubahan sedang terjadi dalam diri kita. Perubahan menjadi tua.
Tidak ada yg sama antara kemarin, hari ini, dan besok.

Bukan hanya tubuh kita, tapi juga semua benda yang ada di sekeliling kita.

Semua barang kita: rumah, televisi, jam tangan, lemari, pakaian, mobil, sepeda motor, semuanya sedang berada dalam proses penuaan. Kita tidak melihat apa pun, tetapi kemerosotan sedang terjadi di dalam barang-barang tersebut.

Begitu juga dengan tubuh kita. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Lalu, jika kemerosotan secara fisik setiap saat berproses dalam diri kita dan kematian hanya soal waktu, apakah kita akan menjalani kehidupan ini dengan ratapan dan tangisan?

Kita memang tidak bisa melawan proses penuaan tubuh kita, namun kita bisa melawan kemerosotan dari sesuatu yang justru menghidupi tubuh kita, yakni batin/ruh kita.

Jika tubuh kita berubah menjadi tua dan lemah setiap hari, mengapa kita tidak mengubah batin/ ruh kita menjadi lebih baik dan lebih baik setiap hari?

Tidak ada yang tetap sama dalam kehidupan ini. Begitu juga dengan pola pikir dan paradigma kita.

Sementara tubuh kita mengalami kemerosotan, kita memperbaharui cara berpikir – hati kita – dari hari ke hari.

Memahami bahwa kehidupan ini hanya sangat sementara dan karena itu waktu yang tersisa amatlah bernilai, akan membuat kita benar-benar menghargai kehidupan ini.

Tidak ada yang lebih baik dalam kehidupan ini, selain setiap hari terus belajar untuk mengisi kehidupan ini dengan hal-hal yang baik.

Mencintai dengan lebih baik. Mengerti orang lain dengan lebih baik dan berpikir yang bijaksana.
Memaafkan dengan lebih baik. Membantu orang lain dengan lebih baik.

Dan dengan itulah kematian akan menganugerahkan kehidupan yang jauh lebih baik buat kita.

Semoga bermanfaat. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini