Era Digital: Menguak Penyimpangan Dakwah
Slamet Muliono Redjosari. foto: prokalteng

Era dakwah digital telah membuka mata publik tentang suatu aliran keagamaan. Melalui digitalisasi, maka rekam jejak, mulai dari visi, misi dan konten dakwah suatu komunitas terkuak dengan jelas.

Masyarakat luas pun bisa mengakses dan menilai apakah komunitas agama atau pesantren itu di atas jalan kebenaran atau menyimpang.

Pimpinan pondok pesantren Al-Zaytun, Panji Gumilang, mengeluarkan pernyataan kontroversial, dan hal ini terekam publik. Dia menyatakan bahwa akan menjadwalkan santriwati sebagai khatib Jumat di masjid pondok.

Sebelumnya juga beredar video yang menyelenggarakan salat Idul Fitri yang bercampur laki-laki dan perempuan, dan bahkan ada orang kafir ikut di dalamnya.

Era digital telah membuka kontak pandora yang selama ini tertutupi, dan mata publik saat ini sudah bisa menilai apakah suatu komunitas itu berada di atas Sunnah Nabi atau menyimpang.

Era Digital: Dakwah Terbuka

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun Panji Gumilang memberikan pernyataan baru yang akan memberikan kesempatan kepada santriwati untuk menjadi khatib, dan itu sangat menggegerkan masyarakat yang mayoritas beragama Islam.

Sebelumnya, pondok pesantren ini mengadakan salat Idul Fitri dengan mencampurkan antara laki-laki dan perempuan. Pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengklarifikasi, dan berujung menyatakan sah. Namun publik masih menganggapnya sebagai sesuatu yang kontroversial.

Selama ini, Pondok Al-Zaytun dikenal sebagai pondok sangat besar dan mewah, namun melekat dalam dirinya sesuatu yang kontroversial, seperti diisukan dekat dengan kelompok Islam radikal, atau isu pelecehan seksual.

Dengan adanya digitalisasi ini maka masyarakat bisa menilai, apakah pondok yang didirikan oleh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang pada tahun 1989 tersebut termasuk kategori berada di atas jalan yang lurus atau menyimpang.

Hal ini berbeda dengan aliran Islam seperti Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang selama ini metode dan strategi dakwahnya tertutup dan menghindari penggunaan digitalisasi dakwah. Sementara banyak pengakuan yang dilakukan oleh para mantan aktivis LDII yang memviralkan kesesatan dan penyimpangannya.

Publik bisa jadi menilai apa yang disampaikan oleh para mantan aktivis LDII dipandang sebagai kekecewaan atau sakit hati. Kita hanya menunggu pihak LDII, apakah siap memviralkan apa yang sedang dikaji dalam forum internal mereka?

Hal ini juga menjadi jawaban atas eksklusivitas mereka selama ini. Karena masyarakat hanya mendapatkan isu liar yang menyatakan LDII mengkafirkan orang yang berada di luar dirinya. Bahkan, surga hanya menjadi milik anggota LDII, dan yang tidak masuk LDII tempatnya di neraka.

Sudah tidak waktunya berdakwah secara sembunyi-sembunyi, sehingga menimbulkan prasangka di antara umat Islam terhadap yang lain. Selama ini, banyak orang beranggapan kalau LDII tertutup, dan bahkan menganggap najis terhadap orang lain, tetapi mereka memiliki hubungan yang sangat baik dengan pemerintah lokal maupun nasional. Bahkan mereka mengutus dai di luar negeri untuk menyebarkan paham keagamaannya kepada komunitas lain.

Nabi: Dari Tertutup Ke Terbuka

Nabi Muhammad memulai dakwah secara tertutup di awal perjuangan menyebarkan Islam. Beliau berdakwah selama 3 tahun di rumah Arqam bin Abu Arqam, dengan mengajarkan dan menjelaskan wahyu secara detail kepada para sahabat dekat.

Beliau berdakwah secara tersembunyi karena pada saat itu sistem kafir Quraisy yang sangat kuat dalam memerangi dakwah dan siap melumat habis dakwah yang menyelisihi mereka. Hal ini hampir mirip dengan apa yang dialami oleh para nabi dan rasul terdahulu.

Para nabi dan rasul terdahulu mengalami tekanan dakwah yang sangat kuat, hingga mendapatkan mengalami pengusiran dan pembunuhan oleh kaumnya sendiri.

ذٰلِكَ بِاَ نَّهُمْ كَا نُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰ يٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ الْاَ نْبِۢيَآءَ بِغَيْرِ حَقٍّ ۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَا نُوْا يَعْتَدُوْنَ

“Yang demikian itu karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi, tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu karena mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali ‘Imran : 112)

Berdakwah secara tersembunyi hanyalah sebuah strategi saja dengan menunggu momentum untuk menyebarkan secara terbuka. Karena hakikat ajaran Islam adalah mengajak kepada semua manusia kepada keselamatan.
Artinya, Islam adalah agama rahmatan lil alamin, sehingga tidak mungkin berdakwah secara tertutup dan tersembunyi terus menerus. Setelah keadaan memungkinkan, maka Allah pun memerintahkan Nabi Muhammad untuk berdakwah secara terbuka.

Hal ini sebagaimana firman-Nya:

فَا صْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَ اَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ

“Maka sampaikanlah (Muhammad) secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr: 94)

Setelah mendapatkan perintah berdakwah secara terang-terangan, maka nabi mengumpulkan keluarga-keluarga besar suku Quraisy, lalu naik ke atas bukit dengan mengatakan:

أرَأَيْتَكُمْ لو أخْبَرْتُكُمْ أنَّ خَيْلًا بالوَادِي تُرِيدُ أنْ تُغِيرَ علَيْكُم، أكُنْتُمْ مُصَدِّقِيَّ؟ قالوا: نَعَمْ، ما جَرَّبْنَا عَلَيْكَ إلَّا صِدْقًا، قالَ: فإنِّي نَذِيرٌ لَكُمْ بيْنَ يَدَيْ عَذَابٍ شَدِيدٍ

“Bagaimana pendapat kalian seandainya aku menyampaikan bahwa di belakang lembah ini ada pasukan berkuda yang bermaksud menyerang kalian?” Apakah kalian membenarkanku? Mereka menjawab : “Benar. Kami tidak mendapati kamu kecuali berkata benar.” Maka nabi mengatakan : Aku mengingatkan kalian adanya adzab yang keras.

Nabi benar-benar berdakwah secara terbuka setelah mendapat perintah untuk tidak berdakwah secara sembunyi. Berdakwah dengan cara yang baik dan terbuka dengan tidak menyembunyikan yang benar.

Hal ini berdasarkan firman Allah sebagai berikut:

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِا لْحِكْمَةِ وَا لْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَا دِلْهُمْ بِا لَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُ ۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِا لْمُهْتَدِيْنَ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125)

Sebagai konsekuensi agama terbuka, para dai hendaklah berdakwah, dengan merujuk kepada para nabi. Mereka wajib menjelaskan ajaran Islam dengan penjelasan sejelas-jelasnya. Bukan menutup-nutupi atau menyembunyikan ajarannya sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian gerakan dakwah Islam. Bahkan mereka menyesat-nyesatkan orang lain, tanpa memberikan penjelasan secara bijak dan terbuka.

Di era digital sangat memungkinkan mendidik umat dengan dengan agama yang benar dengan penjelasan secara terbuka. Menuding kelompok lain sebagai kelompok sesat, tanpa memberi penjelasan ajaran agamanya secara terbuka, atau bahkan menutup diri terhadap masyarakat umum, bisa jadi dirinya termasuk kelompok yang patut dicurigai sebagai kelompok yang sesat dan menyesatkan. (*)

*) Dr. Slamet Muliono Redjosari, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini