Pak Kahar Sang Diplomat
Mu’arif dalam Suara Muhammadiyah (2023) menyebut Pak Kahar ketika masih menjadi mahasiswa di Universitas Darul Ulum Mesir bergabung dengan gerakan yang dipimpin oleh Muhammad Amin Al Husaini untuk menghentikan imigrasi yang dilakukan oleh Orang Yahudi ke Palestina pasca keputusan politik luar negeri Inggris Raya pada 2 November 1917. Kemampuan berbahasa asing seperti Bahasa Arab, Inggris, Belanda, Jerman, Hebrew, dan Suryani memudahkan Pak Kahar dalam berdiplomasi.
Sebagai respon, umat Islam pun kemudian menggelar Kongres Islam Dunia di Yerusalem pada Desember 1931. Dihadiri 130 delegasi dari 22 negara muslim di dunia, kongres merupakan perintah dari Mufti Agung Yerusalem, Muhammad Amin al-Husaini dan pemimpin Komite Kekhalifahan India, Maulana Shaukat Ali. Pak Kahar muda waktu itu diminta datang karena selama menjadi mahasiswa Al-Azhar pada 1925, dirinya memiliki popularitas yang besar di dunia Islam karena keaktifannya menyuarakan semangat anti penjajahan dan upaya kemerdekaan bagi Indonesia dan Malaysia di berbagai surat kabar Mesir seperti al-Ahram, al-Balagh, dan al-Hayat. Saat usia 24 tahun kemudian Pak Kahar menjadi ketua perwakilan umat Islam dari Asia Tenggara.
Pak Kahar juga pernah menjabat sebagai Ketua Muktamar Alam Islam Cabang Hindia-Timur menggantikan KH. Mas Mansur. Muktamar Alam Islam merupakan forum penting yang memiliki berbagai tujuan strategis untuk kepentingan umat Islam di seluruh dunia. Dari memperkuat solidaritas dan pendidikan, mengadvokasi kemerdekaan dan keadilan, hingga mempromosikan perdamaian dan hak asasi manusia, muktamar ini berperan vital dalam menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi oleh umat Islam.
Perumus Dasar Negara Pancasila
Abdul Kahar Muzakkir, Anggota Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1946-1973 juga Panitia Sembilan yang bertugas untuk merumuskan dasar negara sebagai pijakan negara merdeka, merupakan sosok aktivis dan diplomat ulung.
Kepiawaiannya tidak hanya diakui di Indonesia – ketika ikut menjadi penentu dalam perumusan Pancasila, tapi juga kiprahnya di dunia internasional – seperti usaha dalam memerdekakan Palestina dan menghapus penjajahan di atas dunia.
Ketika menjadi anggota Panitia Sembilan, sebagai seorang akademisi dan pemimpin Muhammadiyah, Abdul Kahar Muzakir memberikan pandangan-pandangan intelektual yang mendukung pengembangan konsep Pancasila. Ia berusaha memastikan bahwa dasar negara Indonesia mencerminkan nilai-nilai moral dan agama yang kuat, sekaligus mampu mengakomodasi keragaman budaya dan agama di Indonesia.
Menjelang Proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Abdul Kahar Muzakkir bersama Panitia Sembilan berhasil merumuskan Rancangan Pembukaan Hukum Dasar atau Preambule UUD 1945. Panitia Sembilan ini dibentuk setelah Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) mengalami kebutuhan dalam perdebatan tentang dasar negara Indonesia yang baru merdeka ini.
Sebagaimana diketahui dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara berjalan begitu alot yang melibatkan kelompok nasionalis dan agamis. Kunci dari disepakatinya sila-sila yang ada di Pancasila saat itu ada di tangan Ki Bagus Hadikusumo anggota BPUPKI yang juga Ketua Muhammadiyah. Ki Bagus saat itu masih keukeuh dengan sila pertama sesuai dengan rumusan Piagam Jakarta “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” berubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Meski Pak Kahar gagal membujuk Ki Bagus, namun Ki Bagus luluh ketika dibujuk oleh Mr. Kasman Singodimedjo yang juga kader Muhammadiyah. Namun peran Pak Kahar dalam perumusan Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumbangan atau wakaf tokoh Muhammadiyah supaya Indonesia menjadi negara yang dibangun atas dasar ke-Tuhanan, adil, sejahtera, bermartabat, dan inklusif terhadap semua golongan. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News