Antara hati, pikiran, akal, nurani, adab dan akhlak mulai menipis setipis tisu. Sulit rasanya menghindari namimah dan ghibah baik di sosial media maupun sosial masyarakat.
Muhammadiyah bukan manhaj kebencian yang berupaya membawa ranah perdebatan agama, perselisihan pandangan dan juga pertikaian pemahaman hanya untuk membuktikan merasa paling benar layaknya malaikat.
Muhammadiyah juga bukan bagian dari pihak yang ikutan membenci dan membalas kebencian dengan drama kebencian yang larut berkepanjangan sampai pada titik akut nadir bagaikan bekas luka yang diingat sampai mati.
Para barisan manhaj kebencian ini ada di mana-mana, karena baginya tidak ada kedamaian dan ketenangan sebelum diakui kebenaran nya secara mutlak.
Kebencian yang merajalela diakibatkan karena perbedaan kepentingan dan perbedaan pandangan beragama di tengah keberagaman yang ada.
Pembenci, yang dibenci, korban kebencian jika masih saling responsif dan reaksioner, maka di situlah lingkaran setan yang bercokol menjadi kavling kebencian.
Muhammadiyah tidak perang mengajarkan manhaj kebencian kepada semua muslim, sesama manusia, sesama warga bangsa dan sesama warga dunia.
Kebencian hanya melahirkan kebencian yang sama yang akan turun menurun, sehingga bukan ajaran Muhammadiyah terhadap kadernya dan warganya. Sebab kebencian itu tidak akan membawa pada kebajikan dan kebaikan dalam kehidupan.
Rasulullah, Kyai Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah tidak pernah dalam sejarahnya menanamkan manhaj kebencian kepada musuh sekali pun apalagi bila masih sesama saudara muslim yang berbeda organisasi, mazhab dan kelompok keagamaannya.
Justru tokoh manhaj kebencian itu adalah Abu Lahab, Abu Jahal, Namrud, Firaun, dan lainnya. Jika pun menghadapinya maka itu bagian dari perintah Allah melalui jalan Jihad pernah dengan adab dan etika islam bukan dengan manhaj kebencian, balas dendam dan permusuhan akut.