*) Oleh: Moh.Mas’al, S.HI. M.Ag,
Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Sidoarjo
Menolak lupa. Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk me-review kembali ibadah puasa selama Ramadan yang lalu sebagai instropeksi sekaligus evaluasi secara individual dari seluruh rangkaian ibadah selama satu bulan penuh.
Maqsud a’dham (tujuan ibadah yang paling agung) yang ingin dicapai dari ibadah shiyam adalah termaktub di akhir surat Al-Baqarah (2); 183, لعلكم تتقون “Agar supaya kamu bertakwa”.
Secara linguistik, makna la’alla pada ayat di atas antara lain yang dikutip oleh Ibnu Manzhur dalam kamus Lisanul ‘Arab sebagai berikut: “Menurut al-Jauhari, la’alla adalah kata yang menunjukkan keraguan (syakk).
Aslinya ‘alla, sedangkan huruf lam pada permulaannya adalah tambahan kata la’alla sangat sering muncul di luar Al-Qur’an, dan ini adalah kata yang menunjukkan pengharapan (raja’), keinginan (thama’), serta keraguan.
Di dalam Al-Qur’an, kata itu berarti kay (supaya). Namun sebagian besar ahli tafsir berpendapat bahwa la’alla bukan bermakna at-Tarajji, sebab at-Tarajji tidak digunakan kecuali apabila akibat tidak diketahui, dan ini mustahil bagi Allah SWT. (Al-Qurtubi; Vol.I; 177-178)
Dengan demikian maka makna la’alla dalam ayat ini adalah bermakna wajib takwa jadi لعلكم تتقون maksudnya kalian pasti bertaqwa. Dengan demikian maqhasid syari’ah (tujuan ibadah) dari akumulasi serangkaian ibadah puasa adalah meningkatkan predikat dari “yaa- ‘ayyuhal alladzina ‘aamanu”(hai orang yang beriman) kepada predikat “tattaquun” (orang yang bertakwa).
Secara mendalam Al-Qur’an telah memberikan informasi lebih dari cukup tentang lafal taqwa, muttaqun jika dikaitkan dengan ibadah kurban, sebagaimana surat al-Haj: 37 sbb:
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ …
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaann dari kamulah yang dapat mencapainya”.
Dari ayat di atas, Imam al-Qurtubi (Vol. VII; 47) menyitir sebuah riwayat yang bersumber dari Abdullah Ibn Abbas; “orang-orang Jahiliyah melumuri Ka’bah dengan darah unta, lalu kaum muslimin hendak melakukan itu, sehingga turunlah ayat ini.