Ibadah terbagi menjadi dua kategori, yakni ibadah yang dihukumi wajib dan ibadah yang dihukumi sunah. Di antara ibadah wajib adalah menyelamatkan jiwa yang terancam kematian.
Kehidupan manusia merupakan salah satu dari lima kemaslahatan dlarury yang harus dijaga dan dipertahankan dengan segala kemampuan.
Ketika seseorang tidak mampu mempertahankan hidupnya, maka menjadi kewajiban bagi orang lain untuk membantu mempertahankan hidup orang tersebut.
Tindakan membantu menyelamatkan jiwa orang lain, terutama dalam situasi bencana alam seperti tsunami atau gempa bumi, mendapatkan penghargaan besar dari Allah SWT, yang dianggap sebagai penyelamatan kehidupan seluruh umat manusia. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS. Al-Maidah (5): 32 yang menyatakan bahwa menyelamatkan satu nyawa seolah-olah menyelamatkan seluruh manusia.
Sementara itu, ibadah yang dihukumi sunah termasuk di dalamnya ibadah kurban. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jabir ra, disebutkan bahwa Rasulullah saw melaksanakan salat Iduladha dan kemudian menyembelih seekor gibasy sambil berdoa:
“Bismillahi wallahu akbar, Allahumma hadza ‘anniy wa ‘an man lam yudlahhi min ummatiy”
(Dengan menyebut nama Allah, Allah Maha Besar, Wahai Allah, ini dariku dan dari orang yang tidak berkurban dari umatku). Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan At-Turmudzi.
Dengan datangnya hari raya Adha setiap tahun, umat Islam yang mampu disunahkan untuk menyembelih hewan kurban.
Namun, dalam menghadapi dua macam ibadah ini, yaitu membantu korban bencana dan berkurban, beberapa panduan dapat diikuti:
Pertama, bagi yang mampu memberikan bantuan kepada mereka yang terkena musibah gempa bumi atau tsunami secara memadai sekaligus dapat melaksanakan ibadah kurban, kedua ibadah ini dapat dilakukan bersama-sama.
Kedua, bagi yang harus memilih salah satu di antara dua ibadah tersebut, disarankan untuk mendahulukan memberikan bantuan dalam rangka menyelamatkan kehidupan mereka yang tertimpa musibah.
Hal ini karena menyelamatkan nyawa dianggap lebih mendesak dan penting.
Ketiga, jika dana telah diserahkan kepada Panitia Kurban, panitia hendaknya meminta kerelaan calon orang yang berkurban (shahibulkurban) untuk mengalihkan dananya kepada bantuan penyelamatan korban bencana.
Akan tetapi, jika calon shahibulkurban tidak merelakan, dana tersebut tetap digunakan untuk ibadah kurban.
Dalam Islam, keseimbangan antara kewajiban dan sunah sangat penting. Menyelamatkan nyawa adalah prioritas utama karena kehidupan manusia harus dijaga. Di sisi lain, ibadah kurban juga penting sebagai bentuk ketaatan dan pengorbanan kepada Allah.
Dengan memahami prioritas ini, umat Islam dapat menjalankan kedua ibadah tersebut dengan bijak, memastikan bahwa mereka membantu sesama yang membutuhkan sambil tetap melaksanakan ajaran agama mereka. (*/tim)
Referensi:
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, “Putusan dan Fatwa Seputar Kurban,” https://tarjih.or.id/wp-content/uploads/2022/03/Putusan-dan-Fatwa-Seputar-Kurban.pdf-Tim-Fatwa-Agama-MTT-PP-Muhammadiyah.pdf, diakses pada Sabtu, 01 Juni 2024.