*) Oleh: Dr. Nurbani Yusuf
Tidak ada kata gagal dalam dakwah. Saya hanya ingin mengkomparasi dengan tidak bermaksud membanggakan atau lainnya yang semisal–semacam muhasabah tipis-tipis melihat capaian produk dakwah yang telah dikakukan.
Jika salafisme di mulai sejak berdirinya LIPIA tahun 1980, maka Salafi telah berumur 44 tahun.
Muhammadiyah sejak tahun 1912 da kini berusia 112 tahun.
NU berdiri tahun 1926, berarti telah berusia 98 tahun
Muhammadiyah menawarkan kemodernan. NU merawat kultur.
Meski keduanya beda, tapi bisa bertukar cara saling menggenapi. Tidak hanya membincang kualitas shalat tapi juga kualitas hidup.
***
Masing-masing harakah memiliki metode, strategi dan capaian yang hendak dituju sebagai washilah tegakkan izzul Islam.
Bermula dari realitas umat Islam saat tahun 1912 di mana umat Islam mengalami banyak soal: mulai dari pendidikan terbelakang, kualitas kehidupan rendah, pengetahuan agama yang jumud, dan lainnya: Kyai Dahlan mengambil beberapa langkah strategis sebagai hipotesis dakwahnya:
Kyai Dahlan mendirikan Muhammadiyah atas usul santrinya Kyai Sangidu, ada empat bahagian: bahagian pendidikan, bahagian tabligh, bahagian poestaka dan bahagian penolong kesengsaraan oemeoem.
Hipotesis ini dikembangkan oleh Kyai Dahlan sebagai salah satu cara atau manhaj untuk memperbaiki keberagamaan umat Islam.
Pada 112 tahun kemudian, kita bisa melihat ada ratusan perguruan tinggi berkelas, rumah sakit, panti asuhan puluhan ribu masjid dan musala, sekolah dari PAUD hingga sekolah menengah, hotel syariah, Lazismu, MDMC dan masih banyak lagi lainnya.
Hal ini sebagai ikhtiar memperbaiki kualitas umat Islam, melahirkan ratusan ribuan sarjana muslim dari berbagai disiplin ilmu.