Harga Beras Resmi Naik, Pakar Ekonomi UM Surabaya Ingatkan Masalah Ini
foto: getty images/istockphoto

Pemerintah resmi menaikkan harga beras eceran untuk jenis medium dan premium per 1 Juni 2024.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Badan Nasional (Perbadan) sesuai kebijakan relaksasi yang saat ini sedang berjalan.

Adapun rinciannya penetapannya; HET beras premium akan naik dari Rp 13.900-Rp14.800/kg jadi Rp 14.900-Rp 15.800/kg, HET beras medium akan naik dari Rp 10.900-Rp11.800/kg jadi Rp 12.500-Rp 13.500/kg.

Adanya skenario penentuan HET tersebut ditujukan untuk menyesuaikan kondisi input biaya produksi yang turut berubah.

Sehingga dapat meredam lonjakan harga beras premium hingga medium agar tidak memberatkan konsumen.

Padahal, penentuan HET tersebut justru lebih mendorong penjual agar menggelontorkan beras ke pasar, bukan mengatasi input produksi. Artinya, stimulus HET tersebut guna menyasar persoalan pasok.

Menurut Arin Setyowati, pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, jika yang disasar pemerintah adalah kenaikan input, maka seharusnya mengutamakan kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah ke petani sehingga jelas.

“Bahwa kebijakan tersebut tidak memberikan dampak positif untuk sektor hulu yakni petani sebagai subjek penting dalam memastikan stok produksi beras aman,” kata dia, Senin (3/6/2024).

Arin lalu menjelaskan, persoalan beras merupakan bahasan penting, mengingat bahwa Indonesia mengonsumsi 35,3 juta metrik ton beras berdasarkan data yang dilansir oleh Katadata 2023 tahun 2022/2023.

Sedangkan data CNBC 2023 menunjukkan 98,35 persen masyarakat Indonesia mendorong peningkatan yang berkelanjutan ini, termasuk beras dalam pola makan mereka.

“Namun, dengan adanya fluktuasi harga beras yang cenderung melonjak tentu akan memberikan dampak besar bagi ekonomi rumah tangga, khususnya rumah tangga miskin,” tegas Arin.

Kata dia, selain penetapan HET, perlu ada langkah-langkah recovery yang massif guna mengatasi persoalan pokok warga, yakni perberasan melalui beberapa hal.

Semisal dalam jangka pendek perlu dilakukan impor terencana dan operasi pasar yang terkendali.

“Hal ini bertujuan untuk memperbaiki sistem informasi pasar dalam mengurangi volatilitas harga, sehingga dapat membantu pemerintah mengelola dan merespons risiko terkait harga, cuaca, atau bahaya lainnya,” tandas Arin.

Sedangkan untuk jangka panjang, petani harus diberdayakan melalui akses terhadap teknologi supaya dapat meningkatkan hasil ekonomi.

Yakni, mempersingkat waktu, meminimalisasi tenaga yang dipekerjakan serta lebih tepat dan akurat dibandingkan dengan panen secara tradisional.

Selanjutnya, peningkatan jalur logistik dengan memotong rantai perantara dalam perberasan yang menambah beban ongkos distribusi supaya lebih efisien dan pemerataan distribusi beras di Indonesia.

“Yang tidak kalah penting lainnya adalah pembangunan infrastruktur,” tegas Arin. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini