Penjahat Kehidupan
UM Surabaya

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

Artinya: “Oleh karena peristiwa Qabil membunuh Habil itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.

Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.” (QS. al-Maidah/5:32).

Ayat di atas menceritakan tentang awal mula terjadinya pembunuhan dalam peradaban manusia, yaitu Qabil membunuh Habil. Syariat larangan membunuh seseorang tanpa adanya tindakan pemidanaan terus berlaku dari zaman ke zaman. Hal haramnya membunuh orang lain itu pun termuat dalam kitab Taurat dan Injil.

Terdapat riwayat, bahwa ayat di atas diturunkan kepada Nabi Muhammad berkenaan dengan peristiwa serombongan dari suku ‘Ukail dan ‘Urainah ketika mengunjungi Madinah, untuk bertemu Nabi SAW dan menyatakan masuk Islam.

Ketika mereka mengeluh sakit karena tidak cocok dengan cuaca kota Madinah, Rasulullah memberikan petunjuk kepada mereka agar menemui penggembala unta beliau di daerah Harrat untuk meminum air susu dan air seni unta-unta beliau.

Setelah meminum air dari unta-unta tersebut mereka sembuh, namun mereka kembali kafir dan membunuh pengembala dan merampas unta-unta Nabi SAW. Maka Rasulullah memerintahkan kepada para sahabat untuk mengejar orang-orang suku ‘Ukail dan ‘Urainah yang melakukan pembunuhan dan perampasan, lalu menjatuhkan hukuman pidana kepada mereka. (HR. Bukhari no. 3871).

Para fuqaha (pakar hukum Islam) menyatakan, bahwa setiap manusia itu memerlukan 5 macam hak perlindungan, yaitu: 1) hak untuk hidup; 2) hak untuk menyembah dan mengabdi kepada Tuhan; 3) hak pengembangan akal; 4) hak pemilikan atas harta kekayaan; dan 5) hak pengembangan keturunan.

Sedangkan para pakar sosiologi-antropologi mencatat, untuk melangsungkan kehidupan dan memenuhi keinginan manusia ke arah hidup yang lebih baik, manusia perlu memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kebutuhan hidup manusia secara universal atau disebut dengan human needs dan menurut Ralph Piddington ada 3 kategori, yaitu: 1) kebutuhan primer; 2) kebutuhan sekunder; dan 3) kebutuhan integratif. Lebih kompleks lagi kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow (1954:15) ada 5 macam, yaitu: 1) kebutuhan pokok jasmani; 2) keamanan; 3) rasa sosial; 4) penghargaan; dan 5) kesempurnaan.

Melalui kacamata human needs, baik dalam pandangan Piddington atau Maslow, jelas seluruh umat manusia itu memerlukan jaminan hidup, selamat, sehat wal afiat, aman damai, jauh dari rasa takut, terjaminnya ketenangan, adanya pengayoman dan perlindungan, berkembangnya rasa kebersamaan sosial, keteraturan sistemik, dapat menikmati kepuasan dan kesempurnaan serta berkembangnya faham keagamaan, yang tercakup dalam tiga kebutuhan hidup manusia secara universal, yaitu primer, sekunder dan integratif.

Oleh karena itu, siapa saja yang membuat kerusuhan, keresahan, mengganggu keinginan dan terpenuhinya human needs di atas, terlebih lagi menghilangkan nyawa seseorang, maka dia musuh bersama banyak orang, musuh umat manusia, sekaligus musuh Allah dan Rasulullah. Dia telah menjadi penjahat kehidupan. Meski pun orang yang melakukan pembunuhan adalah orang Islam.

Allah SWT berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلَّا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

Artinya: “Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah (pemaafan). Jika ia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal ia mukmin, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba-sahaya yang mukmin.

Dan jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang mukmin. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara taubat kepada Allah. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa`/4: 92).

Abu Hurairah menceritakan bahwa suatu hari khalifah Usman bin Affan dikepung oleh para demonstran yang ingin membunuhnya karena tidak puas dengan kepemimpinannya dan diantara demonstran adalah Abu Hurairah.

Pada situasi yang sangat serius genting tersebut, Abu Hurairah masuk menemui khalifah Usman. Maka khalifah Usman berkata: Hai Abu Hurairah, apakah kamu senang bila kamu membunuh seluruh manusia, sedangkan aku termasuk dari mereka?, Abu Hurairah menjawab, “Tidak”.

Khalifah Usman berkata: Sungguh, bila kamu membunuh seorang, maka seolah-olah kamu telah membunuh manusia seluruhnya. Maka pergilah kamu dengan seizinku dan itu berpahala, bukan dosa. Lalu Abu Hurairah pergi dan tidak ikut berdemonstrasi.

Hak primer setiap manusia adalah hak hidup. Imam Qatadah menyatakan, Allah memberikan pahala yang sangat besar karena menyelamatkan nyawa dan sebaliknya, Allah memberikan dosa yang sangat besar karena menghilangkan nyawa seseorang.

Para fukaha menyatakan, tidak dibenarkan menghilangkan kehidupan seseorang tanpa melalui putusan pengadilan. Meski itu karena tindakan murtad, berzina, dan merampok.

Imam Mujahid berkata: siapa saja yang membunuh jiwa dengan jalan yang tidak dibenarkan maka pasti akan dilemparkan ke dalam neraka. Terlebih lagi jika yang dibunuh itu orang terhormat, seperti ulama, atau pemimpin yang adil, maka menilai pembunuhan terhadap orang terhormat itu sama dengan membunuh banyak orang.

Rasulullah SAW menginformasikan bahwa dosa menghilangkan nyawa tidak hanya mengenai pelaku pembunuhan, tetapi yang turut serta dalam timbulnya pembunuhan. Bahkan orang pertama pelaku pembunuhan, yaitu Qabil, senantiasa dibebani dosa.

لاَ تُقْتَلُ نَفْسٌ ظُلْماً إلاَّ كَانَ عَلَى ابْنِ آدَمَ الأوَّلِ كِفْلٌ مِنْ دَمِهَا، لأنَّهُ أَوَّلُ مَنْ سَنَّ القَتْلَ

Artinya: “Tidak ada satu jiwa yang terbunuh secara zalim namun turut serta menanggung dosa pembunuhan, yaitu putra pertama Adam, karena dia yang pertama membuat tradisi pembunuhan.” (HR Bukhari dan Muslim). (*)

*) Afifun Nidlom, S.Ag., M.Pd, Wakil Sekretaris Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini