Penawar Kebodohan Adalah Bertanya
Fatkhur Rohman. foto: dok/pri

Pada zaman Rasulullah, tersebutlah seorang lelaki yang mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka di bagian kepala. Lelaki itu segera mengobati lukanya lalu menutupnya dengan perban.

Malam harinya, ia tertidur dan bermimpi yang menyebabkan mandi janabah. Namun ia tidak tahu dalam keadaan seperti itu apakah ia tetap harus mandi atau tidak, maka bertanyalah ia kepada temannya.

Sang teman menjawab bahwa lelaki itu tetap harus mandi janabah. Singkat cerita, sang lelaki memaksakan diri mengerjakan hal tersebut, sehingga sakitnya semakin menjadi, dan tidak lama setelah itu ia meninggal dunia.

Sahabat Jabir bin Abdullah menyampaikan hal tersebut kepada Rasulullah, lalu beliau bersabda: “Mengapa orang-orang itu tidak bertanya dahulu? Sesungguhnya penawar kebodohan adalah bertanya. Padahal lelaki itu cukup tayamum.”

Hadis ini diriwayatkan Al-Imam Abu Daud dalam bab bersuci (taharah). Rupanya, Rasulullah menilai tindakan sang teman yang sembarangan menjawab itu sebagai sifat merasa pintar. Dalam bahasa kita, biasanya disebut sok tahu.

Sejarah adalah guru terbaik. Hendaknya kita belajar kepada kisah tersebut agar jangan menjadi orang yang merasa pintar, lantas sembarangan menganjurkan orang lain mengerjakan hal-hal yang kita sendiri tidak tahu ilmunya.

Entah mengapa hari ini tiba-tiba orang yang bukan dokter merasa pintar dalam bidang kesehatan. Begitu pula orang yang bukan ulama merasa pintar dalam bidang agama.

Bahkan terkadang apa yang kita sampaikan hanya berlandaskan video dan foto yang belum kita telusuri kebenarannya, di mana, dan kapan kejadiannya.

Sungguh, hadis di atas betul-betul ditujukan untuk kita. Begitu pula ayat Alquran di bawah ini:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Surat Al-Isra: 36)

Kurangi kebiasaan berbagi informasi, kecuali setelah kita yakin dengan sebenarnya kebenaran informasi tersebut.

Cukuplah diam sebagai emas yang terbaik bagi kita di masa sekarang. (*)

*Fatkhur Rohman, S.Ag, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Mojokerto

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini