Tukang sihir pun mengungkapkan secara terbuka keinginannya untuk mendapatkan dunia dengan membantu Fir’aun sehingga dakwah Nabi Musa lenyap.
Allah mengabadikan orientasi duniawi para penyihir untuk imbalan dengan membunuh Nabi Musa. Hal ini direkam dengan baik oleh Al-Quran sebagaimana firman-Nya:
فَلَمَّا جَآءَ السَّحَرَةُ قَا لُوْا لِفِرْعَوْنَ اَئِنَّ لَـنَا لَاَ جْرًا اِنْ كُنَّا نَحْنُ الْغٰلِبِيْنَ
“Maka ketika para pesihir datang, mereka berkata kepada Fir’aun, “Apakah kami benar-benar akan mendapat imbalan yang besar jika kami yang menang?” (QS. Asy-Syu’ara’ : 41)
Apa yang dilontarkan tukang sihir ini merupakan representasi atas keinginan manusia yang tergiur untuk menumpuk harta kekayaan duniawi dan fokus memakmurkan dirinya tanpa peduli nyawa orang lain hilang.
Para tukang sihir ini mendalami ilmu untuk mendapatkan kekayaan dan kemapanan.
Mereka pun kerja keras hingga membuat dirinya lupa akan hakekat kehidupan yang sebenarnya.
Kalau direfleksikan dalam kehidupan nyata, bahwa manusia senantiasa meneguhkan eksistensi dirinya secara maksimal untuk memakmurkan dirinya di dunia ini. Hal membuatnya super sibuk hingga lupa diri.
Penghambatan diri pada dunia hingga melupakan penghambatan diri pada Sang Pencipta. Mereka mendalami ilmu dunia namun lalai ilmu akhirat.