Artinya, lari dari suatu kelompok ke kelompok yang lain di dalam pasukan kaum muslim untuk membantu mereka atau untuk meminta bantuan mereka; hal ini diperbolehkan. Hingga seandainya ia berada di dalam suatu sariyyah (pasukan khusus), lalu ia lari ke arah amirnya atau kepada imam besarnya, maka hal ini termasuk ke dalam pengertian kemurahan yang disebutkan dalam ayat ini.
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا حَسَنٌ، حَدَّثَنَا زُهَيْر، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ أَبِي زِيَادٍ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: كُنْتُ فِي سَرِيَّةٍ مِنْ سَرَايَا رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَحَاصَ النَّاسُ حَيْصَةً -وَكُنْتُ فِيمَنْ حَاصَ -فَقُلْنَا: كَيْفَ نَصْنَعُ وَقَدْ فَرَرْنَا مِنَ الزَّحْفِ وَبُؤْنَا بِالْغَضَبِ؟ ثُمَّ قُلْنَا: لَوْ دَخَلْنَا الْمَدِينَةَ فَبِتْنَا؟ ثُمَّ قُلْنَا: لَوْ عَرَضْنَا أَنْفُسَنَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِنْ كَانَتْ لَنَا تَوْبَةٌ وَإِلَّا ذَهَبْنَا؟ فَأَتَيْنَاهُ قَبْلَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ، فَخَرَجَ فَقَالَ: “مَنِ الْقَوْمُ؟ ” فَقُلْنَا: نَحْنُ الْفَرَّارُونَ. فَقَالَ: “لَا بَلْ أَنْتُمُ العَكَّارون، أَنَا فِئَتُكُمْ، وَأَنَا فِئَةُ الْمُسْلِمِينَ” قَالَ: فَأَتَيْنَاهُ حَتَّى قَبَّلنا يَدَهُ.
“Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang mengatakan, “Saya termasuk di dalam suatu pasukan yang dikirimkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Kemudian orang-orang terpukul mundur dan lari, sedangkan saya termasuk orang-orang yang mundur. Lalu kami berkata, ‘Apakah yang harus kita perbuat, sedangkan kita telah lari dari serangan musuh dan kita kembali dalam keadaan beroleh murka Allah?’
Akhirnya kami mengatakan, ‘Sebaiknya kita kembali ke Madinah dan menginap.’ Dan kami berkata lagi, “Bagaimana kalau kita tanyakan perihal diri kita ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Jika masih ada pintu tobat buat kita, kita akan bertobat; dan jika tidak ada, maka kita akan berangkat kembali.’ Kemudian kami menghadap kepadanya sebelum salat subuh.
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam keluar (dari rumahnya) seraya bertanya, ‘Siapakah kaum ini?’ Maka kami menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang lari dari medan perang? Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda: ‘Bukan, bahkan kalian adalah orang-orang yang sedang melakukan siasat perang, saya sendiri termasuk golongan pasukan kaum muslim. Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, “Lalu kami (para sahabat yang bertugas dalam sariyyah itu) mendekati beliau dan mencium tangan beliau.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Tirmidzi. dan Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Yazid ibnu Abu Ziyad. Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis Ibnu Abi Ziyad.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Abu Ziyad dengan sanad yang sama, yang pada penghujungnya disebutkan bahwa lalu Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) membacakan firman-Nya:
{أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَى فِئَةٍ}
“Atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain.” (Al-Anfal: 16)
Menurut ahlul ‘ilmi, makna al-‘akkaruna yang ada dalam hadis ini ialah orang-orang yang menggunakan siasat perang.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Umar ibnul Khattab r.a. sehubungan dengan gugurnya Abu Ubaidah di atas sebuah jembatan di negeri Persia ketika berperang melawan musuh. Ia gugur karena banyaknya pasukan pihak Majusi yang menyerangnya. Lalu Umar berkata, “Sekiranya dia bergabung kepadaku (yakni mundur untuk mencari bantuan), niscaya aku akan menjadi pasukan pembantunya.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Sirin, dari Umar.
Menurut riwayat Abu Usman An-Nahdi melalui Umar, ketika Abu Ubaidah gugur, Umar berkata, “Hai manusia, aku adalah pasukan kalian juga.” Mujahid mengatakan bahwa Umar telah mengatakan, “Saya adalah pasukan semua orang muslim.”