Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Musa Ibnu Ismail, dengan sanad yang sama. Imam Tirmidzi mengetengahkannya dari Imam Bukhari, dari Musa ibnu Ismail dengan sanad yang sama. Lalu Imam Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini garib. kami tidak mengenalnya melainkan hanya dari jalur ini.
Menurut kami, Zaid maula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam belum pernah menceritakan hadis dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selain hadis ini.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa lari dari medan perang hukumnya haram bagi para sahabat, tiada lain karena jihad adalah fardu ‘ain bagi mereka. Menurut pendapat lain, hal ini hanya khusus bagi kalangan Ansar, karena mereka telah berbai’at untuk tunduk patuh, baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka.
Menurut pendapat lainnya lagi, makna yang dimaksud oleh ayat ini khusus bagi ahli Badar (kaum muslim yang ikut dalam Perang Badar). Hal yang menyatakan demikian telah diriwayatkan melalui Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id, Abu Nadrah, Nafi’ maufa Ibnu Umar, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan Al-Basri, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Alasan mereka mengatakan demikian karena pada zaman itu tidak ada suatu golongan yang mempunyai kekuatan bersenjata untuk dapat dijadikan sebagai pelindung dan dimintai bantuannya selain golongan mereka sendiri, seperti yang disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam doanya:
“اللَّهُمَّ إِنَّ تُهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةَ لَا تُعْبَدْ فِي الْأَرْضِ”
“Ya Allah, jika golongan ini binasa, niscaya Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini.”
Karena itulah Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Mubarak ibnu Fudalah dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu (Al-Anfal: 16).
Yang dimaksud adalah dalam Perang Badar. Adapun di masa sekarang ini, jika suatu pasukan kaum muslim bergabung dengan pasukan kaum muslim lainnya, atau masuk ke dalam kota muslim, menurut saya hukumnya tidak mengapa.
Ibnul Mubarak mengatakan pula dari Ibnu Luhai’ah (Lahi’ah), telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib yang mengatakan bahwa Allah memastikan masuk neraka bagi orang yang lari dari Perang Badar, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
“Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat)perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah (Al-Anfal: 16) Ketika terjadi Perang Uhud pada tahun berikutnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kalian pada hari bertemu dua pasukan itu. (Ali-lmrah: 155) sampat dengan firman-Nya: dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. (Ali-Imran: 155) Kemudian pada waktu Perang Hunain —tujuh tahun kemudian— Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berfirman: kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At-Taubah: 25) sampai dengan firman-Nya: Sesudah itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya.” (At-Taubah: 27)
Di dalam kitab Sunan Abu Daud, Sunan Nasai, Mustadrak Imam Hakim, serta kitab Tafsir Ibnu Jarir dan Ibnu Murdawaih disebutkan melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun, dari AbuNadrah, dari Abu Sa’id, ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu. (Al-Anfal: 16).
Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang muslim yang terlibat dalam Perang Badar. Tetapi hal ini bukan berarti me-nafi-kan pengertian haram bagi selain mereka yang lari dari medan perangnya, sekalipun penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan mereka (ahli Badar). Seperti apa yang ditunjukkan oleh makna hadis Abu Hurairah di atas yang menyatakan bahwa lari dari medan perang merupakan salah satu dosa besar yang membinasakan. Demikianlah menurut pendapat jumhur ulama.
Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News