UM Surabaya

Setidaknya ada tiga wajah sikap keagamaan warga Muhammadiyah. Pertama, Muhammadiyah rasa Salafi (Mursal) atau Muhammadiyah Salafi (Musa).

Karakter keagamaan Mursal atau Musa ini ingin menampilkan kehidupan sosial keagamaan pada masa lalu yang praktikkan oleh generasi salafus shalih karena dianggap sebagai sunah.

Seperti memelihara jenggot, menghitamkan jidad, makan dengan cara dua jari, mengharamkan musik atau TV, berpakaian menggunakan prinsip isbal (celana di atas mata kaki alias cingkrang) atau berjubah. Bagi wanita pakaiannya harus bercadar.

Selain itu, mereka cenderung mengungkit kembali masalah khilafiyah yang dianggap bid’ah, seperti tahlilan, nawaitu salat, ziarah kubur, dan sebagainya. Dalam komunkasi mereka sering menggunakan idiom-idiom Arab.

Praktik, tradisi, dan sikap keagamaan tersebut sebelumnya tidak berkembang di tradisi Muhammadiyah.

Dari Muhti hingga Mufi

Kedua, Muhammadiyah-HTI (Muhti). Karena dipengaruhi oleh ideologi dan tradisi HTI, maka Muhti sepakat dengan gagasan negara Islam atau khilafah Islamiyah.

Muhti juga cenderung mempersoalkan kembali sistem demokrasi yang dianggap sebagai kafir atau thaghut.

Selain itu, mereka mempersoalkan ideologi Pancasila yang dianggap tidak sesuai dengan ideologi Islam. Sistem NKRI perlu diganti dengan sistem kekhilafahan.

Dalam memperjuangkan dakwah cenderung mobilisasi massa, demonstrasi di jalanan. Dalam komunikasi menggunakan bahasa-bahasa kearab-araban, serta model kajian yang digunakan adalah sistem halaqah.

Praktik dan sikap keagamaan tersebut sebelumnya juga tidak menjadi tradisi Muhammadiyah.

Ketiga, Muhammadiyah-FPI (Mufi). Karena terpengaruh oleh ideologi dan tradisi sosial-keagamaan FPI, Mufi memandang dakwah Muhammadiyah kurang berani nahi mungkar, hanya berani amar makruf.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini