Karena keingin-tahuannya yang besar, Kiai Ahmad Dahlan tidak hanya belajar ilmu-ilmu agama, namun juga belajar ilmu tentang racun dan ilmu ular. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, sekaligus sesepuh Kampung Kauman, Budi Setiawan Senin (10/6) dalam Pengajian Malam Selasa.
Membahas tentang masa kecil Kiai Ahmad Dahlan yang saat masih muda bernama Ahmad Darwis, Budi mendedahkan bahwa jiwa kepemimpinan sudah terlihat saat Kiai Dahlan masih kecil. Sejak belia Kiai Dahlan adalah sosok penolong.
“Nakalnya itu nakal anak muda pinter, punya jiwa leadership. Suatu saat ketika main sepakbola ketika lawannya mau nakal lawan temannya yang kecil, (lawan) itu didatangi diajak berantem sama Darwis ini,” ungkap Budi merujuk hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusron Asrofi.
Tidak hanya itu, Dahlan muda juga dikenal sebagai anak yang lincah dan memiliki keingintahuan yang tinggi. Berbagai macam ilmu dipelajari, menjadikan dia sebagai seorang alim yang komplet dari sisi keilmuan.
“Beberapa kegiatannya, penguasaan ilmunya – belajar ilmu racun, ilmu ular itu Kiai Dahlan belajar. Keingintahuannya itu serba banyak, kemudian juga bermain-main seperti anak yang lain, lompat ke kali dan seterusnya,” kata Budi.
Budi yang juga masih memiliki darah keturunan Kiai Ahmad Dahlan mengungkapkan, bahwa sebagai anak seorang Ketib KH. Abu Bakar bin Sulaiman, kehidupan Dahlan muda tidak kurang namun berkecukupan.
Perlu diketahui, kata Budi, meski sebagai Ketib atau Ulama Abdi Dalem – tapi KH. Abu Bakar juga sebagai seorang pedagang batik yang terbilang sukses di masa itu. Selain masa itu industri batik sedang naik daun, KH. Abu Bakar juga populer karena inovasi dan keberaniannya.
“Kiai Abu Bakar ini cukup populer, kenapa populer? karena berani membuat Batik Sudagaran,” katanya.
Batik Sudagaran merupakan batik khusus yang hanya boleh dikenakan oleh Raja atau kalangan keraton. Tetapi oleh orang Kampung Kauman, diberikan sentuhan baru pada motif larangan sehingga masyarakat umum bisa memakainya.
“Kalau persis sama Keraton tidak boleh, karena polanya diubah – jadi boleh. Akhirnya orang Keraton titip batiknya di Kauman untuk dijual,” tuturnya.
Sokongan dana yang diberikan oleh orangtuanya digunakan oleh Dahlan muda untuk membiayai kegemarannya yaitu menuntut ilmu, seperti membeli banyak buku, pergi ke sana dan kemari untuk menuntut ilmu ke ulama-ulama terkemuka saat itu. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News