Jika hubungan dengan Allah dan manusia sama baiknya insya Allah akan melahirkan harmoni dalam kehidupan. Sumber bencana kehidupan terjadi tatkala hubungan dengan Tuhan (hablun minallah) terputus dengan hubungan sesama insan (hablun minannas), demikian pula sebaliknya.
Allah SWT berfirman:
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْٓا اِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ الْاَنْبِۢيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ
“Mereka diliputi kehinaan di mana pun mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan sesama manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS (3) Ali Imran: 112).
Berlandaskan firman Allah ini, dan bersandarkan sejarah perjuangan Nabiyullah Ibrahim as bersama putranya dan istrinya, maka dapat kita kenali adanya dua jenis perjuangan yang harus kita hadapi saat ini dengan bekal iman dan takwa.
Pertama, jika Nabiyullah Ibrahim as berjuangan menegakkan ketauhidan, sehingga Nabiyullah Ibrahim dikenal sebagai bapak dari agama Tauhid, dengan ditandai penghancuran berhala-hala secara fisik.
Maka saat ini kita menghadapi berhala-berhala kemusyrikan yang berbentuk macam-macam kemusyrikan. Dari penggunaan jimat kekebalan sampai mengkultuskan tokoh-tokoh idola yang seolah-olah tokoh tersebut sebagai manusia suci tanpa dosa.
Kedua, jika Nabiyullah Ibrahim as pada masa perjuangannya memberikan perhatian kepada upaya mempersatukan keluarga yang merupakan keluarga penerus kehidupan para nabi, maka saat ini kita menghadapi perjuangan untuk meminimalkan sikap ashobiyah (kelompokisme) yang berlebihan.
Allah SWT berfirman:
مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَا نُوْا شِيَعًا ۗ كُلُّ حِزْبٍ بِۢمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ
“Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum (30): Ayat 32).