3 Indikator Kesuksesan Ramadan
Muhammad Roissudin. foto: dok/pri
UM Surabaya

Di era milenium dengan segala hal berbasis digital, orang tua tidaklah bijak melarang sepenuhnya si kecil menggunakan gawai sebagai salah satu sarana bermain dan belajar.

Namun membebaskan si buah hati berinteraksi sepanjang waktu dengan gadget juga merupakan tindakan sembrono.

Untuk itu, orang tua dituntut cerdas dan bijak memberikan porsi yang tepat bagi si kecil dalam penggunaan gadget, baik dalam konteks bermain melalui media sosial maupun belajar.

Karena memang kehadiran teknologi tidak mungkin dihindari, namun harus mampu dikolaborasikan dalam konteks bermain dan belajar.

Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA, salah seorang sahabat Rasulullah Saw, memberikan satu konsep penting dalam mendidik seorang anak:

“Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian.”

Pernyataan tersebut memberikan pencerahan agar para orang tua tidak gaptek (gagap teknologi), tetapi juga mampu bersinergi dan berkolaborasi dengan kemajuan tehnologi.

Hikari Takeuchi, profesor muda dari Tohoku University Jepang, memberikan gambaran apik tentang kondisi mutakhir fenomena anak-anak di era digital.

Hikari menulis buku berjudul Impact of Videogame Play on The Brain’s Microstructural Properties: Cross-sectional and Longitudinal Analyses. Buku itu dirujuk oleh Aric Sigman (psikolog Amerika Serikat yang menulis tentang SDD).

Dalam bukunya Hikari menjelaskan jika bermain games selama masa anak-anak dapat menyebabkan neuro adaptation (adaptasi saraf) dan neural structural changes (perubahan struktur di daerah saraf) yang terkait dengan kecanduan.

Hasil penelitian lain mencatat dan menemukan 30 persen anak di bawah usia enam bulan sudah mengalami paparan gadget secara rutin dengan rata-rata 60 menit per hari.

Fakta di atas sangat miris dan menghawatirkan para orang tua, sehingga menjadi pekerjaan besar para orang untuk berperan dalam mengendalikan dan mengontrol penggunaan android bagi si kecil.

Tanda-Tanda Kecanduan Gadget

Beberapa tanda-tanda anak yang mengalami syndrome screen dependency disorder (gangguan ketergantungan terhadap layer gadget) yang perlu diwaspadai oleh orang tua adalah:

1. Anak yang sibuk dengan gadget menjadi agresif atau pemarah jika tidak memegang gadget. Anak menjadi tantrum (marah dan frustrasi yang tidak terkendali) bila gadget diambil darinya.

Anak menolak untuk berhenti bermain gadget meski orang tua telah memintanya berhenti memegang gadget. Tidak tertarik bermain di luar rumah atau kegiatan ekstra di sekolah.

Tetap bermain gadget meski sudah mengetahui dampak negatifnya. Memaksimalkan setiap kesempatan agar bisa bermain gadget lebih lama dan cenderung berbohong kepada orang tua, dan menggunakan gadget untuk mengalihkan perhatian dan meminta waktu lebih untuk memegang gadget.

2. Anak juga akan mengalami kurang tidur/susah tidur (insomnia) sehingga kemampuan untuk fokus sangat rendah.

Anak cenderung tidur di siang hari dan terjaga di malam hari. Setiap penggunaan gadget selama 15 menit dapat mengurangi waktu tidur anak sekitar 60 menit.

3. Terjadinya speech delay (terlambat berbicara) pada anak.

4. Mengalami masalah dalam tumbuh kembang fisik anak seperti berat badan turun atau justru naik dengan drastis.

5. Gangguan kesehatan selection seperti sakit kepala, kurang gizi, hingga masalah penglihatan, dan masalah tumbuh kembang anak seperti kecemasan, perasaan kesepian, rasa bersalah, isolasi diri, dan perubahan mood yang drastis.

Membatasi Penggunaan Gadget

Pertama, sibukkan anak dengan kegiatan dan tidak menggunakan gadget selama melakukan kegiatan tersebut.

Anak-anak yang ketergantungan gadget disebabkan karena tidak ada kegiatan anak yang dapat dikerjakan.

Karena tidak ada keadaan yang memaksa anak kita untuk melakukan sesuatu, maka timbul perasaan malas dan enggan untuk bergerak karena terbiasa tidak melakukan sesuatu.

Ketika anak mulai malas, anak hanya ingin melakukan kegiatan yang tidak harus berpindah atau bergerak misalnya bermain gadget.

Hal ini dikarenakan anak merasa nyaman dengan keadaan seperti itu. Keadaan inilah yang bisa membuat anak kita ketergantungan kepada benda kecil berjuta kesenangan ini.

Nah, dengan mengikuti suatu kegiatan atau menyibukkan diri dengan berorganisasi, maka kita sudah berupaya agar anak tidak ketergantungan pada gadget.

Agenda-agenda dalam kegiatan berorganisasi pun akan membuat fokus anak-anak teralihkan, dari yang hanya berdiam diri menjadi orang yang lebih produktif.

Kegiatan terbaik, satu di antaranya melatih sel-sel agar cerdas kembali, hingga dapat mencapai potensi fitrahnya melalui latihan jasmani khusus.

Tubuh memiliki semacam kecerdasan untuk tahu apa yang dibutuhkannya. Profesor Robert W Lovett dari Harvard Medical School adalah satu di antara tokoh yang mengajarkan penggunaan kecerdasan tubuh.

Dengan teknik khusus, tubuh bisa ditanya dan mampu memberikan jawaban yang objektif.

Bila suatu hal (fasilitas, metode, produk, lingkungan atau bahkan tim) tidak dibutuhkan tubuh atau tidak baik untuk kesehatan maka respons tubuh akan melemah.

Sebaliknya, bila baik untuk kesehatan, maka tubuh pun merespons dengan positif dan semakin kuat.

Kedua, bersikaplah tegas dalam mendidik anak. Sikap tegas bisa dilakukan seperti dengan membekali anak dengan gadget lawas (jadul) yang tidak bisa mengakses internet, dan meng-uninstall aplikasi dan games yang membuat anak menjadi ketergantungan gadget.

Tidak bisa dipungkiri, jika memainkan games atau mengecek akun media sosial merupakan satu di antara hal yang menyenangkan. Namun, tunggu dulu, hal yang menyenangkan belum tentu bermanfaat.

Semakin anak kita menyukai sebuah aplikasi, maka semakin besar kemungkinan anak kita akan terus membukanya, dan akibatnya anak menjadi ketergantungan pada gadget.

Untuk mencegah hal itu terjadi, kita bisa meng-uninstall aplikasi yang ada di gadget dengan tujuan agar keinginan anak kita untuk membuka dan mengambil gadget kita.

Bahkan tanpa setahu kita untuk membuka aplikasi tersebut bisa berkurang, karena telah dihapus dari gadget.

Tidak adanya aplikasi tersebut, maka anak jadi tidak memiliki dorongan lagi untuk selalu berkutat pada gadget.

Pesan penting dari hasil penelitian ini adalah perlunya orang tua untuk berikhtiar agar anak kita bisa terbebas dari yang namanya ketergantungan terhadap gadget.

Hal yang menyenangkan belum tentu baik untuk anak kita ke depannya. Selalu ingat bahaya dan betapa ruginya anak kita jika ketergantungan.(Sindonews.com, Senin (3/8/2020)

Terlepas dari dampak positif dan negative penggunaan gadget, sesungguhnya orang tua memiliki tanggung jawab besar terhadap keselamatan anak dan keluarga dari berbagai kerusakan yang mengarah pada kemaksiatan kepada Allah SWT.

Hal ini yang diingatkan oleh Allah SWT dalam QS. At Tahrim:6, yakni:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (*)

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini