Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar kegiatan Al-Maun Goes to Village: Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat Korban Konflik Agraria dan SDA.
Kegiatan yang mengusung tema “Dialog Ideologi Kepemimpinan Berkemajuan” tersebut dilaksanakan di Banyuwangi, Jumat-Sabtu (21-22/6/2024).
Sejumlah tokoh dijadwalkan hadir, di antaranya Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Ketua LHKP PP Muhammadiyah Ridho Al-Hamdi, Parid Ridwanuddin (pegiat Walhi), Kinasih Sanaullaili (pegiat Solidaritas Perempuan), dan Ketua LHKP Jatim Muhammad Mirdasy.
Sekretaris LHKP PP Muhammadiyah David Efendi menjelaskan, program tersebut dalam rangka melakukan pendampingan dan peningkatan kapasitas advokasi kewargaan, terutama di daerah-daerah yang bersinggungan langsung dengan konflik.
“Program per topik ini sangat mendesak karena krisis sosio-ekologi sangat berdampak pada ketahanan ekonomi masyarakat petani dan warga harus berdaulat secara politik supaya tetap bisa mengadvokasi dirinya di tengah konflik yang tak menentu,” papar dosen Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.
Menurut David, program ini dilangsungkan di tiga tempat, di Banyuwangi, Wadas, dan Rempang Kepulauan Riau. Program-programnya berbeda, tapi masih dalam satu rangkaian program,” terang dia
Terpisah, Muhammad Mirdasy menyatakan sangat pentingnya melakukan peningkatan kapasitas warga dalam rangka pendampingan atau advokasi di wilayah-wilayah konflik.
“Sehingga warga bisa paham bagaimana merespons, bagaimana bertindak baik di jalur litigasi maupun non litigasi, melakukan kampanye gerakan, dan sebagainya,” tandasnya.
Mirdasy lalu menegaskan, jika mengacu spirit Al-Maun yang lahir dari inspirasi dan pencerahan yang dilakukan KH Ahmad Dahlan, ada tiga hal yang harus dicermati.
Pertama, harus melahirkan keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan yang luas bagi masyarakat.
“Jika terjadi kesewenang-wenangan dan perampasan hak-hak publik, itu jelas tak sesuai dengan spirit Al-Maun,” tegas mantan anggota DPRD Jatim ini.
Kedua, melahirkan sikap arif dan bijaksana dalam mengelola sebuah kawasan yang tak hanya punya arti ekonomi, tapi juga sustainable (berkelanjutan) bagi generasi mendatang.
Ketiga, harus menghasilkan sebuah sikap yang tidak hanya berkemanusiaan, tapi juga berkeadaban secara sosial dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
“Adanya pembangunan tidak boleh merusak lingkungan. Pembangunan juga harus memberi manfaat kepada masyarakat sekitar,” pungkasnya. (wh)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News