Adapun bagi orang yang ditakdirkan miskin, maka di antara hikmahnya, agar hamba yang miskin tersebut merasa senantiasa membutuhkan Allah, sehingga muncullah berbagai macam bentuk peribadatan dari dirinya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin, seperti banyak berdoa, senantiasa bertawakal, mengharap dan mendekatkan diri kepada-Nya dan ia pun berkesempatan meraih derajat orang orang yang bersabar.
Demikian juga bagi orang yang kaya, ia akan mengetahui dan merasakan betapa besarnya nikmat Allah atas dirinya.
Sehingga akan terdorong untuk mensyukurinya, karena ia sadar bahwa kekayaan itu adalah ujian, maka ia berusaha jalani ujian itu dengan sebaik-baiknya, sehingga ia menjadi golongan orang-orang yang bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala
Jika demikian sikap si miskin dan si kaya tersebut, maka sesungguhnya kekayaan dan kemiskinan itu sama saja bagi seorang muslim, yaitu sama-sama sebagai ujian dari Allah asalkan seseorang sudah sungguh-sungguh berusaha mengambil yang bermanfaat dalam hidupnya sesuai dengan ajaran Allah. Yang membedakan di antara keduanya hanyalah ketakwaan.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (HR. Muslim).
Wahai saudaraku yang sedang ditakdirkan miskin, tidakkah kita ingin menggapai janji Allah Subhanahu Wa Ta’ala berikut ini: “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” . (QS. Az-Zumar:10)
Contoh sosok figur panutan dalam menyikapi kekayaan, yaitu Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, seperti yang dikisahkan dalam kisah berikut ini, : “Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab: “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip”.
Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, ia pun berkata: “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari akan nikmat-Nya. Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia” (QS. An-Naml: 40)
Insya Allah bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News