Jawaban Nabi tentang Orang Paling Cerdas dan Mulia
UM Surabaya

Orang cerdas itu adalah orang yang meninggalkan dunia sebelum ia meninggal dunia. Dia bersedekah sampai kaya, bukan kaya baru bersedekah.

Dia berdakawah sambil ngalim, bukan sudah alim baru berdakawah.
Dia datang ke masjid sampai tua, bukan tua baru ke masjid

Dia beramal sampai ikhlas, bukan ikhlas baru beramal. Orang cerdas itu adalah mereka yang ingat mati dan mempersiapkan bekalnya.

Umar ibn Khattab, khalifah kedua setelah Abu Bakar al-Shidiq, pernah berkata:

أتيتُ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم عاشرَ عشرةٍ , فقال رجلٌ من الأنصارِ : من أكيَسُ النَّاسِ وأكرمُ النَّاسِ يا رسولَ اللهِ ؟ فقال : أكثرُهم ذِكرًا للموتِ وأشدُّهم استعدادًا له أولئك هم الأكياسُ ذهبوا بشرفِ الدُّنيا وكرامةِ الآخرةِ .

“Bersama sepuluh orang, aku menemui Nabi SAW lalu salah seorang di antara kami bertanya, “Siapa orang paling cerdas dan mulia wahai Rasulullah?”

Nabi menjawab, “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya, mereka itulah orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan akhirat’.” (hadis riwayat Ibnu Majah).

Salman Al Farisi, seorang sahabat nabi dari tanah Persia, juga pernah berkata: “Tiga hal yang membuatku heran hingga membuatku tertawa:

Pertama, orang yang mengangankan dunia padahal kematian tengah memburunya. Kedua, orang yang lalai padahal ia tidak pernah dilupakan-Nya.

Ketiga, orang yang tertawa sepenuh mulutnya, sementara ia tidak mengetahui apakah ia membuat murka Tuhan.

Sementara itu, ada tiga hal yang membuatku bersedih:

Pertama, Perpisahanku dengan kekasih, Muhammad SAW. Kedua, dahsyatnya hari kiamat.

Ketiga, berdiri di hadapan-Nya sementara aku tidak tahu apakah aku diperintahkan ke surga atau ke neraka.”

Orang-orang saleh selalu memikirkan dan mempersiapkan kematian. Mereka bersungguh-sungguh ketika melakukan kebaikan seolah-olah mereka akan meninggal pada hari tersebut.

Apabila tiba sore hari, mereka bersyukur atas kesempatan yang masih Allah berikan.

Mereka pun kembali bersungguh-sungguh melakukan kebaikan seolah-olah mereka akan meninggal pada malam tersebut.

“Kita ini dilahirkan untuk menuju kematian.”

“Kita tinggal untuk meninggal”

Orang-orang hebat, para penguasa dunia, ternyata hanya tinggal berita dan kenangan.

Harta dan kekuasaan yang mereka miliki tak kuasa untuk mengkekalkan mereka.

Mukmin yang cerdas, yang tahu bahwasanya ia tidak tahu kapan meninggalnya dan di mana?

Maka dia pun selalu mengingat hari perpisahan tersebut. Dia tidak tahu apakah ia mendapatkan husnul khotimah? Sehingga ia selalu mempersiapkan diri. Ini sungguh orang yang cerdas.

Ada pun orang yang tidak cerdas adalah orang yang pura-pura lupa bahkan tidak sadar bahwa ia tidak tahu kapan meninggal dirinya. Lantas, ia tidak mempersiapkan dirinya.

Ia berusaha melupakan hari perpisahan tersebut dengan menghabiskan waktunya untuk menikmati dunia sepuas-puasnya.

Sungguh, ini adalah orang yang tidak cerdas. Namun ia tetap saja, tidak akan bisa lari dari kematian.

Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-Jumu’ah: 8)

Semakin sering mengingat kematian dan mempersiapkan bekal ketika harus berangkat, maka semakin cerdaslah Anda.

Semakin lalai dari mengingat kematian, lalu lupa persiapan untuk keberangkatan maka semakin tidak cerdaslah Anda. (*/tim)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini