*) Oleh: Sigit Subiantoro,
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri
Tanpa sadar kita terjebak dalam perkara ini: mengerjakan akhirat untuk dunia.
Saat kita tersungkur di waktu duha, jangan-jangan mobil, jabatan, gaji, keuntungan bisnis, dan rumah, yang lebih ramai di kepala kita, dibanding berharap limpahan rahmat dan karunia-Nya.
Saat kita berjuang terjaga di sepertiga malam untuk qiyamul lail, jangan-jangan permintaan jodoh, karier, bisnis, kemudahan akademik, lebih ramai di kepala kita daripada mengemis mengharap ampunan-Nya.
Ada lagi yang mengusap-usap benda impiannya (mobil, laptop , rumah) sambil berselawat berulang-ulang (katanya biar terwujud benda itu jadi miliknya).
Jangan-jangan benda berkilau itu, lebih riuh di kepala dan hati kita, dibanding rasa cinta, rindu, dan keinginan berjuang bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bukankah itu makna selawat yang sesungguhnya?
Jangan-jangan di setiap kita becermin mematut diri, melihat tubuh kita berbalut kerudung dan gaun nan anggun, rasa cantik dan ingin dikagumi lebih riuh di kepala kita, dibanding rasa taat dan tunduk mengikuti segala perintah-Nya menutup aurat.
Jangan-jangan selama ini kita mengerjakan akhirat hanya untuk dunia. Jangan-jangan kita lebih merindu untuk bergelimang harta, dibanding mendapatkan rida, ampunan, dan kasih sayang-Nya.
Tanpa sadar kita melewatkan banyak sekali kesempatan berharga, hanya untuk permintaan remeh temeh.
Saat orang lain telah berkali-kali meminta impian tertinggi, ditempatkan dalam surga Firdaus, dijaga dalam hidayah-Nya, dimatikan dalam kondisi syahid, kita masih saja mengemis dan meminta recehan dilemparkan dari langit.
Astaghfirullah. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News