***

Hal mana berbeda dengan fenomena keberagamaan umat Islam keseluruhan yang secara dialektik justru mengambil posisi berbalik. Di NU misalnya, prinsip jamaai dan tanggung renteng demikian kental mewarnai persepsi teologis yang dibangun secara utuh.

Prinsip saling memberi syafaat misalnya, bahkan termasuk prinsip (khusushan Ila ruuhi) adalah ikhtiar saling berkirim pahala kebaikan dan permohonan pemaafan secara kolektif agar bisa bergotong-royong berbuat kebaikan dan masuk surga secara bersama.

Di NU juga menganut prinsip pahala tidak terputus, menjadi sesuatu yang sangat menarik bahkan mungkin menjadi promo yang menggiurkan untuk mendapat banyak pengikut.

Artinya, tradisi NU dan Muhammadiyah ibarat dua mata uang terpisah meski punya irisan yang saling berkait. Sebab prinsip merit sistem individualistik yang ditawarkan Muhammadiyah dan prinsip kolektif gotong royong yang ditawarkan NU adalah hal yang niscaya. Antum tak perlu kawatir sebab kedua cara itu bersanad dan punya sandaran telogis kepada dua pusaka utama Al-Qur’an dan sunah sahihah.

Pada akhirnya hidup memang pilihan, dan mungkin saya Muhammadiyah tapi bolehlah memilih masuk surga lewat cara NU.

Wallahu taala a’lm. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini