Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengecualikan dari mereka orang-orang yang bertobat kepada-Nya. Untuk itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

{إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا}

“Kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran).” (Al-Baqarah: 160)

Yaitu mereka kembali sadar dari apa yang sebelumnya mereka lakukan dan mau memperbaiki amal perbuatannya serta menjelaskan kepada orang-orang semua apa yang sebelumnya mereka sembunyikan.

{فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ}

“Maka terhadap mereka itulah Aku menerima tobatnya dan Aku-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah: 160)

Di dalam ayat ini terkandung pengertian bahwa orang yang menyeru kepada kekufuran atau bid’ah, apabila ia bertobat kepada Allah, niscaya Allah menerima tobatnya. Sesungguhnya telah disebutkan bahwa umat-umat terdahulu yang melakukan perbuatan seperti itu, tobat mereka tidak diterima, karena sesungguhnya hal ini merupakan kekhususan bagi syariat Nabi pembawa tobat, yaitu Nabi pembawa rahmat; semoga salawat dan salam Allah terlimpahkan kepadanya.

Kemudian Allah (Subhanahu wa Ta’ala) menceritakan keadaan orang yang kafir dan tetap pada kekafirannya hingga ia mati, melalui firman-Nya:

{عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ * خَالِدِينَ فِيهَا}

Mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu. (Al-Baqarah: 161-162)

Maksudnya, laknat terus mengikuti mereka sampai hari kiamat, kemudian laknat membarenginya di dalam neraka Jahannam yang tidak diringankan siksa dari mereka di dalamnya. Dengan kata lain, siksaan yang menimpa mereka tidak dikurangi, tidak pula mereka diberi tangguh; yakni tidak ada perubahan barang sesaat pun, tidak pula ada henti-hentinya, bahkan siksaan terus-menerus berlangsung terhadap dirinya. Semoga Allah melindungi kita dari siksaan tersebut.

Abul Aliyah dan Qatadah mengatakan, sesungguhnya orang kafir itu akan dihentikan di hari kiamat, lalu Allah melaknatnya, kemudian para malaikat melaknatnya pula, setelah itu manusia seluruhnya melaknatnya.

Tidak ada perselisihan pendapat di kalangan ulama mengenai masalah boleh melaknat orang-orang kafir. Sesungguhnya dahulu Khalifah Umar ibnul Khattab r.a. serta para imam sesudahnya melak-nati orang-orang kafir dalam doa qunut mereka dan doa lainnya.

Mengenai orang kafir tertentu, ada segolongan ulama yang berpendapat tidak boleh melaknatinya, dengan alasan bahwa kita belum mengetahui khatimah apakah yang dikehendaki oleh Allah buatnya. Sebagian di antara ulama memperbolehkan demikian dengan berdalilkan firman-Nya: Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat, dan manusia seluruhnya. (Al-Baqarah: 161)

Segolongan ulama lainnya berpendapat, bahkan boleh melaknati orang kafir yang tertentu. Pendapat ini dipilih oleh Al-Faqih Abu Bakar ibnul Arabi Al-Maliki, tetapi dalil yang dijadikan pegangannya adalah sebuah hadis yang di dalamnya mengandung ke-daif-an. Sedangkan selain Abu Bakar ibnul Arabi berdalilkan sabda Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) dalam kisah seorang lelaki pemabuk yang dihadapkan kepadanya, lalu beliau menjatuhkan hukuman hati terhadapnya. Kemudian ada seorang lelaki (lain) yang mengatakan, “Semoga Allah melaknatinya, alangkah besar dosa yang dilakukannya.” Maka Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda:

“لَا تَلْعَنْهُ فَإِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ”

“Janganlah engkau melaknatinya, karena sesungguhnya dia mencintai Allah dan Rasul-Nya.”

Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa orang yang tidak mencintai Allah dan Rasul-Nya boleh dilaknati.

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini