Selanjutnya A!-Baihaqi mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada gurunya (yaitu Al-Hafiz Abul Hajjaj Al-Mazi) mengenai hadis ini. Dia mengatakan, hadis ini berpredikat munkar karena ada dua perawinya yang tidak dikenal.
Disebutkan dalam kitab sahih bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) pada hari penggalian parit mengutip bait-bait syair Abdullah ibnu Rawwahah r.a., tetapi beliau mengikuti ucapan para sahabatnya karena saat itu mereka mendendangkan syair tersebut sambil menggali parit. Mereka mengatakan:
لاهُمَّ لوْلا أنت مَا اهْتَدَيْنَا مَا اهْتَدَيْنَا … وَلا تَصَدَّقْنَا وَلا صَلَّيْنَا …
فَأَنزلَنْ سَكِينَةً عَلَيْنَا … وَثَبِّت الأقْدَامَ إنْ لاقَيْنَا …
إِنَّ الْأُلَى قَدْ بَغَوا عَليْنَا … إذَا أرَادُوا فِتْنَةً أَبَيْنَا …
“Ya Allah, sekiranya bukan karena Engkau, tentulah kami tidak mendapat petunjuk, dan tidak bersedekah serta tidak salat. Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, dan teguhkanlah kaki kami saat menghadapi musuh. Sesungguhnya mereka (golongan-golongan yang bersekutu itu) telah berbuat melampaui batas terhadap kami. Apabila mereka menghendaki fitnah terhadap diri kami, maka kami menolaknya.”
Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengucapkan kalimat abaina dengan suara keras dan nada yang panjang. Hal ini telah diriwayatkan pula di dalam kitab Sahihain.
Hal yang semisal telah terbuktikan bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) dalam Perang Hunain mengutip ucapan seorang penyair berikut seraya menunggangi hewan begalnya maju menguak barisan musuh, yaitu:
أَنَا النَّبِيّ لَا كَذِبْ … أنَا ابْنُ عُبْد المُطَّلِبْ
“Aku adalah nabi, tidak pernah dusta; aku adalah putra Abdul Muttalib.”
Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa hal ini terjadi secara kebetulan tanpa sengaja bertepatan dengan wazan syair, bahkan tanpa sengaja Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) mengucapkannya.
Demikian pula apa yang telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui Jundub ibnu Abdullah r.a. yang telah menceritakan bahwa ketika kami (para sahabat) bersama Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) dalam sebuah gua, tiba-tiba jari telunjuk beliau terluka hingga berdarah. Maka Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) bersabda:
هَلْ أنْت إِلَّا إصْبَعٌ دَمِيت … وَفِي سَبيل اللَّهِ مَا لَقِيت
“Tidaklah engkau ini selain jari telunjuk yang terluka padahal dalam perang sabilillah engkau tidak mengalami hal ini.”
Dan nanti dalam tafsir firman-Nya:
{إِلا اللَّمَمَ}
“selain dari kesalahan-kesalahan kecil.” (An-Najm: 32)
akan disebutkan bahwa Nabi (shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah mengatakan kalimat berikut yang secara kebetulan sesuai dengan wazan syair:
إنْ تَغْفر اللَّهُمَّ تَغْفِرْ جَمَّا … وَأيُّ عَبْدٍ لكَ مَا ألَمَّا …
Jika Engkau mengampuni, ya Allah, Engkau mengampuni dosa-dosa yang banyak, dan tiada seorang hamba pun yang tidak pernah berbuat kesalahan terhadap Engkau.
Semuanya ini tidaklah bertentangan dengan kenyataan bahwa beliau (shallallahu ‘alaihi wasallam) adalah seorang yang tidak mengenal syair dan bersyair itu tidak layak baginya, karena sesungguhnya Allah (Subhanahu wa Ta’ala) hanya mengajarkan kepadanya Al-Qur’an:
{لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلا مِنْ خَلْفِهِ تَنزيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ}
“yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji.” (Fussilat: 42)