Tahun Baru, Bergerak Maju
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.
UM Surabaya

Oleh: Haedar Nashir (Ketua Umum PP Muhammadiyah)

Untuk apa dari tahun ke tahun umat Islam merayakan tahun baru hijriyah? Pun untuk menyambut 1 Muharram 1446 H tahun ini. Apa sekadar memperingati dan menyemarakkan syiar? Tentu tidak.

Semarak menyambut tahun baru hijrah dalam aktivitas di berbagai lingkup komunitas maupun melalui media sosial boleh meluas sebagai syiar keislaman. Namun niscaya disertai memupuk kesadaran baru untuk maju di segala bidang kehidupan. Jadikan peringatan hijrah sebagai jalan bermuhasabah sekaligus memaknai sejarah hijrah untuk mengagendakan kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia!

Spirit Hijrah

Hijrah Nabi Muhammad bersama kaum muslimin tahun 622 M dari Makkah ke Yasrib adalah tonggak bersejarah dilahirkannya tahun hijriyah. Sungguh betapa penting peristiwa hijrah. Hijrah bukan sekadar migrasi fisik. Hijrah fisik pun kala itu sangat berat karena Nabi bersama Abu Bakar berada dalam ancaman pembunuhan berencana kamu kafir Quraisy. Perjalanan darat Makkah Yasrib dengan transit di Quba beberapa hari pun sungguh melelahkan dalam lintasan waktu sangat panjang, hampir sebulan.

Hijrah non-fisik jauh lebih berat pula. Hijrah adalah tonggak baru sejarah risalah Nabi di jazirah Arab. Hijrah mengubah keadaan bangsa Arab dari kehidupan jahiliyah yang seluruh tatanan sistemnya kacau balau. Berubah atau diubah menuju peradaban baru yang tercerahkan sekaligus mencerahkan semesta. Sebagaimana simbol Yasrib yang terbelakang berubah menjadi al-Madinah al-Munawwarah. Kota peradaban baru nan cerah-mencerahkan disinari nilai-nilai Ilahi.

Dari jazirah Arab dengan peradaban baru al-Madinah al-Munawwarah itulah umat Islam bergerak maju membangun peradaban dunia nan jaya. Lahirlah era kejayaan Islam berabad-abad lamanya sebagai puncak kebudayaan Islam tertinggi di berbagai bidang kehidupan sehinga dunia Islam menguasai ranah global dalam bingkai The Renaisance of Islam. Kejayaan Islam itu sangatlah monumental di kala Barat dan kawasan bangsa-bangsa lain berada jauh di belakang dunia Islam. Itulah Era Keemasan Islam dalam pancaran kosmopolitanisme Islam yang menyemesta!

Karenanya ketika kini umat Islam di dunia dan khusus di Indonesia menyambut tahun baru 1446 hijriyah, maka seluruh elemen kekuatan dan bangsa muslim niscaya bangkit menuju pergerakan berkemajuan di segala bidang kehidupan. Umat Islam tidak cukup hanya kokoh dalam nilai-nilai keislaman di bidang akidah, ibadah, dan akhlak semata. Kaum muslim dan dunia Islam wajib bergerak maju di seluruh ranah muamalah-keduniaan seperti ekonomi, politik, pendidikan, iptek, pengelolaan sumberdaya alam, dan kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Berakidah, beribadah, dan berakhlak justru menjadi fondasi, bingkai, dan kerangka nilai mendasar secara transformasional dalam bermuamalah dunyawiyah yang membedakan dengan pihak lain yang pandangan kehidupannya sekular, agnostik, dan ateistik.

Tahun 1446 hijriyah makin menuntut umat Islam sedunia memiliki Kalender Hijriyah Global Tunggal (KHGT) sebagai utang peradaban. Malulah umat Islam dalam menentukan hari dan tanggal baru hijriyah termasuk untuk penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, 1 Muharram masih berbeda antar negara dan di satu negara, apalagi dengan cara dadakan dan mengandung ketidakpastian.

Padahal di dunia luar Kalender Masehi atau Miladiah begitu pasti dan telah lama menjadi rujukan atau pegangan pasti umat manusia secara global. Perlu ijtihad dan penafsiran baru atas hadis Nabi yang terkait dengan hukum alam dan peredaran benda-benda langit yang pasti sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin canggih dan mengarah pada kepastian.

Hilangkan ketidakpastian menuju kepastian dalam penentuan hari, bulan, dan tahun hijriyah sebagai bukti umat Islam tinggi tingkat kemajuan peradabannya. Bukankah Allah sendiri menciptakan alam semesta dengan hukum alam atau sunatullahh-Nya yang pasti. Allah pulalah yang menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran dalam beragama (QS Al-Baqarah: 185). Kenapa umatnya justru memproduksi kesukaran yang menunjukkan kekakuan dan kebekuan berpikir.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini