Jangan Tergelincir karena Ucapan
Ilustrasi: cgtrader
UM Surabaya

*) Oleh: Ferry Is Mirza DM

Seringkali lisan ini tergelincir mengucapkan kata-kata kotor, mencela orang lain, membicarakan orang lain padahal dia tidak senang untuk diceritakan. Bahkan, seringkali lisan ini mengucapkan kata-kata yang mengandung kesyirikan dan kekufuran.

Harusnya setiap muslim mengoreksi diri dalam setiap tingkah lakunya, apalagi dalam perkara lisannya, yang begitu enteng mengucapkan sesuatu karena keluar dari lidah yang tak bertulang.

Ingatlah, setiap yang kita ucapkan, mencakup perkataan yang baik, yang buruk juga yang sia-sia akan selalu dicatat oleh malaikat yang setiap saat mengawasi kita. Seharusnya kita selalu merenungkan ayat berikut agar tidak serampangan mengeluarkan kata- kata dari lisan ini.

Allah Ta’ala berfirman: ”Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 18)

Ucapan dalam ayat ini bersifat umum. Oleh karena itu, bukan perkataan yang baik dan buruk saja yang akan dicatat oleh malaikat, tetapi termasuk juga kata kata yang tidak bermanfaat atau sia sia. (Tafsir Syaikh Ibnu Utsaimi Surat Qaaf)

Kita dapat melihat contoh ulama yang selalu menjaga lisannya bahkan sampai dalam keadaan sakit. Imam Ahmad pernah didatangi oleh seseorang dan beliau dalam keadaan sakit. Kemudian beliau merintih karena sakit yang dideritanya. Lalu ada yang berkata kepadanya (yaitu Thowus, seorang tabi’in yang terkenal), “Sesungguhnya rintihan sakit juga dicatat (oleh malaikat).” Setelah mendengar nasehat itu, Imam Ahmad langsung diam, tidak merintih. Beliau takut jika merintih sakit, rintihannya tersebut akan dicatat oleh malaikat. (Silsilah Liqo’at Al Bab Al Maftuh, 11/5)

Lihatlah bentuk rintihan seperti ini saja dicatat oleh malaikat, apalagi ketergelinciran lisan yang lebih dari itu.

Ibnu Mas’ud mengatakan: “Tidak ada yang lebih pantas dipenjara dalam waktu yang lama melainkan lisanku ini.” (Mukhtashor Minhajil Qoshidin, hal. 165, Maktabah Darul Bayan)

Misalnya dengan mengatakan, ‘Bencana ini bisa terjadi karena bulan ini adalah bulan Suro’ atau mengatakan ‘Sialan ! gara-gara angin ribut ini, kita gagal panenatau dengan mengatakan pula, Aduh !! hujan lagi, hujan lagi’.

Lidah ini begitu mudah mengucapkan perkataan seperti ini. Padahal makhluk yang kita cela tersebut tidak mampu berbuat apa-apa kecuali atas kehendak Allah. Mencaci waktu, angin, dan hujan, pada dasarnya telah mencaci, mengganggu dan menyakiti yang telah menciptakan dan mengatur mereka yaitu Allah Ta’ala.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini