Bersahabat dengan Kegagalan
foto: istock
UM Surabaya

*) Oleh: Ahsan Jamet Hamidi, 
Ketua Ranting Muhammadiyah Legoso, Tangsel dan Wakil Sekretaris LPCRPM PP Muhammadiyah

Usai membaca pengumuman hasil seleksi masuk perguruan tinggi negeri, seorang remaja putri duduk sendiri berusaha tegar menerima hasilnya. Ketika bertemu dengan ibu-bapaknya, tiba-tiba tangisnya pecah, dia berucap; ”Ibu aku gagal…..” sambil menangis di pundak ibunya.

Mengalami peristiwa itu, dalam hitungan detik dada saya terasa sesak, air mata keluar perlahan sambil tetap berusaha tegar. Namun saya memilih diam.

Ekspresi muka dan gesture tubuh ini cukup mewakili suara kesedihan dari dalam. Berharap bahasa tubuh itu bisa dimengerti dan lebih berarti dari kata-kata yang akan keluar dari mulut.

Penggalan kisah hidup yang saya alami selama dua bulan terakhir ini mungkin juga dialami oleh banyak orang tua yang anak-anaknya sedang berjuang untuk bisa masuk perguruan tinggi.

Ada yang gembira karena harapannya terpenuhi, bisa lulus dan diterima masuk kuliah di kampus yang didambakan.

Sebaliknya, ada yang sedih, kecewa karena gagal meraih harapan. Tetapi ada juga yang merasa biasa saja.

Saya hormat dengan sikap penerimaan seperti itu. Ia hanya bisa muncul dari jiwa yang tenang, penuh syukur dan kepasrahan.

Nalar sehatnya mampu menyadarkan batinnya bahwa masuk perguruan tinggi itu baru tahap awal dari proses panjang yang masih akan dilalui. Untuk itu, tidak perlu bersikap berlebihan dalam merespons kegagalan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini