Melebarkan Penerimaan
Meskipun sulit, saya akan berusaha melatih diri untuk bisa menerima setiap kegagalan. Alih-alih menyalahkan nasib, menuduh orang lain sebagai biang keladi, atau amit-amit berprasangka buruk kepada Tuhan.
Saya akan berusaha menumbuhkan prasangka baik, bahwa saya akan menerima keberhasilan lain yang lebih baik sebagai gantinya. Akibatnya, saya tidak terlalu larut dalam dalam kesedihan yang berlama-lama.
Begitu pun ketika saya sedang merayakan keberhasilan. Kegembiraan yang begitu saya nikmati itu ingin saya tahan selama mungkin, namun kenyataannya tidak akan bisa. Kegembiraan itu hanya mampir sebentar berlalu, lalu pergi menghilang.
Tidak ada yang berlaku lama, apalagi langgeng berada dalam kawah kegembiraan ataupun kesedihan.
Lembaran perjalanan hidup akan terus terbuka sendiri. Setiap lembaran akan terisi dengan persoalan baru terus hadir, bergerak, berkelindan dengan yang lain menjadi kisah-kisah baru.
Ada pepatah lama yang sering kita dengar bahwa hidup itu ibarat roda gerobak yang terus berputar. Kadang ada di bawah, kadang ada di atas, bahkan terkadang macet tidak bergerak.
Berusaha membuka pintu untuk menerima kehadiran segala macam kemungkinan yang akan terjadi dalam hidup, adalah salah satu kuncinya.
Cara sederhana lainnya adalah berupaya menyadarkan diri sendiri, bahwa kekuasaan saya sangat terbatas. Bahkan untuk mengatur tubuhnya sendiri saja, saya tidak leluasa mampu.
Hasrat hati ingin tidur, tetapi mata terus melek, pikiran tetap aktif. Hasrat ingin terus membaca buku atau menonton film hingga tuntas, tetapi kantuk datang, mata tidak lagi bisa terbuka.
Untuk bisa mengatur perkara di dalam diri sendiri saja saya gagal, apalagi mengatur hal-hal di luar.
Dalam setiap usaha yang saya sedang perjuangkan, saya tidak akan pernah berani memastikan keberhasilannya.
Meski saya sudah berusaha keras dan memenuhi semua persyaratan. Selalu ada faktor ghaib yang tidak akan pernah mampu saya kendalikan sepenuhnya.
Menyadari bahwa ketika seseorang dinyatakan gagal masuk suatu perguruan tinggi yang didambakan, bukan berarti pintu keberhasilan lainnya tertutup. Ada banyak pintu lain yang masih terbuka dan bisa dilalui.
Hasrat saya yang berlebihan, kaku dan hanya tertuju pada satu pilihan yang menurut saya paling baik, ternyata telah menyempitkan jalan lain yang sejatinya terbuka lebar.
Pada akhirnya, muara dari setiap persoalan yang kerap saya hadapi ketika sedang dalam fase pengharapan, bukan karena sempitnya jalan dan terbatasnya kesempatan, tetapi lebih pada kemampuan saya dalam mengatur keinginan yang terus muncul. (*)
Artikel ini tayang di suaramuhammadiyah.id
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News