*)Oleh: Dr Slamet Muliono Redjosari
Al-Qur’an mensugesti umat Islam untuk mengadakan perjalanan untuk menjelajah bumi untuk mendapatkan pelajaran besar terhadap perilaku manusia-manusia yang mengalami kesuksesan hidup di dunia ini. Namun kesuksesan itu justru tertanam rasa congkak dan sombong hingga tanpa ada waktu untuk merenungkan siapa yang membuatnya sukses. Ketiadaan waktu untuk merenungkan Dzat yang membuatnya sukses itulah mengantarkan dirinya terhina dan tak memiliki harga sebagai manusia.
Menjelajah Alam
Al-Qur’an mendeskripsikan sejumlah kesuksesan orang-orang terdahulu. Mereka memiliki pengikut yang amat banyak dan menjadi panutan masyarakat. Mereka memiliki kekuatan fisik yang handal sehingga bisa menjelajah dan berkelana kemana pun.
Pengikut yang banyak dan kemampuan fisik yang tangguh membuat mereka melahirkan peradaban-peradaban besar. Hal ini digambarkan Al-Quran sebagai berikut :
اَفَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَ رْضِ فَيَنْظُرُوْا كَيْفَ كَا نَ عَا قِبَةُ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۗ كَا نُوْۤا اَكْثَرَ مِنْهُمْ وَاَ شَدَّ قُوَّةً وَّ اٰثَا رًا فِى الْاَ رْضِ فَمَاۤ اَغْنٰى عَنْهُمْ مَّا كَا نُوْا يَكْسِبُوْنَ
“Maka apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di bumi, lalu mereka memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka. Mereka itu lebih banyak dan lebih hebat kekuatannya serta (lebih banyak) peninggalan-peninggalan peradabannya di bumi, maka apa yang mereka usahakan itu tidak dapat menolong mereka.”
(QS. Ghafir : 82)
Kekuatan fisik dan peradaban besar yang banyak ini tidak memiliki pengaruh besar atas keselamatan mereka di akhirat. Kenikmatan yang amat banyak ini tidak membuat mereka mengagungkan Allah sehingga mendorong mereka berbuat kerusakan. Mereka mengira tidak ada hari pertanggungjawaban di akherat sehingga mereka berbuat apa saja tanpa peduli apakah perbuatan itu baik atau buruk.
Kerusakan Massif
Al-Qur’an menggambarkan kerusakan massif yang dilakukan oleh mereka yang memiliki keunggulan fisik dan kekayaan harta serta peradaban agung. Kekayaan dan pengikut yang banyak dimanfaatkan untuk melahirkan kebudayaan yang menentang Allah.
Dengan kekayaan dan pengikut yang banyak mereka melakukan apa aja dan tidak satu pihak pun yang menghentikannya. Hal ini digambarkan Allah sebagaimana firman-Nya :
اَوَلَمْ يَسِيْرُوْا فِى الْاَ رْضِ فَيَنْظُرُوْا كَيْفَ كَا نَ عَا قِبَةُ الَّذِيْنَ كَا نُوْا مِنْ قَبْلِهِمْ ۗ كَا نُوْا هُمْ اَشَدَّ مِنْهُمْ قُوَّةً وَّاٰثَا رًا فِى الْاَ رْضِ فَاَ خَذَهُمُ اللّٰهُ بِذُنُوْبِهِمْ ۗ وَمَا كَا نَ لَهُمْ مِّنَ اللّٰهِ مِنْ وَّا قٍ
“Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di bumi, lalu memperhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka? Orang-orang itu lebih hebat kekuatannya daripada mereka dan (lebih banyak) peninggalan-peninggalan (peradaban)nya di bumi, tetapi Allah mengazab mereka karena dosa-dosanya. Dan tidak akan ada sesuatu pun yang melindungi mereka dari (azab) Allah.”
(QS. Ghafir : 21)
Dosa-dosa yang mereka lakukan seolah mengundang adzab dari Dzat yang telah memberi mereka berbagai kenikmatan besar. Mereka tidak sadar dan terlupakan oleh kekayaan dan pengikut yang loyal. Alih-alih melakukan ketaatan, mereka justru menebarkan kemaksiatan dan mengajak semua orang berbuat maksiat.
Fir’aun bisa menjadi contoh manusia yang memiliki kekuasaan dan kekuatan yang kokoh. Pengikutnya sangat loyal sehingga kekuasaan langgeng hingga dia mendeklarasikan sebagai Tuhan. Fir’aun pun berbuat bebas tanpa kontrol. Memecah belah kaumnya, membunuh siapapun yang dia kehendaki. Tukang sihir pun dikerahkan untuk menopang kekuasaannya.
Perbuatan jahat yang terlanggengkan inilah yang membuat dirinya mengaku seperti apa yang dilakukan Tuhan. Pengakuan sebagai Tuhan inilah puncak kemaksiatan hingga datang adzab Allah yang mengakhiri kejahatannya bersama para pengikutnya.
Surabaya, 20 Juli 2024
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News