UM Surabaya

Puasa yang kita lakukan merupakan tameng dari perbuatan haram dan terlarang. Haji yang dilakukan seorang muslim, maka itu adalah sebaik-baik bekal untuk mewujudkan ketakwaan.

Sungguh semua amalan saleh yang dilakukan seorang hamba dengan niat untuk meraih wajah Allah Ta’ala maka itu semua tujuannya adalah ketakwaan kepada Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman:

“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat- malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang- orang yang benar, dan mereka itulah orang- orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

Di antara konsekuensi takwa di dalam beramal, seorang muslim dituntut untuk memperdalam tata cara beribadah yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, sehingga seluruh amalan yang akan dikerjakannya nanti diridai oleh Allah Ta’ala dan diterima oleh-Nya.

Banyak sekali orang yang rajin beramal namun tidak diterima oleh Allah karena tidak memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.

Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah berkisah:

“Ada seseorang yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan dirinya kusut dan kotor. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku,’ namun makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram dan kenyang dengan sesuatu yang haram, lalu bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?!” (HR. Muslim 1015)

Dalam hadis tersebut, Nabi menunjukkan bahwa doa yang dikabulkan memiliki beberapa syarat. Di antaranya adalah memakan makanan halal, meminum minuman halal, dan mengenakan pakaian halal.

Seorang muslim tentunya juga harus bersemangat untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam setiap ucapan yang keluar dari lisannya. Tidak berucap kecuali dengan kebenaran, jujur, dan menghindarkan diri dari ucapan-ucapan yang dapat merusak lisan.

Allah Ta’ala berfirman:

“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (disisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12)

Di ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman:

“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini