Soal Polemik Tambang Emas di Trenggalek, Ini Sikap Ketua LHKP Jatim
Muhammad Mirdasy (dua dari kiri) menjadi pembicara sarasehan LHKP PP Muhammadiyah). foto: ubay
UM Surabaya

Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PWM Jatim Muhammad Mirdasy merespons polemik tambang emas di Trenggalek. Menurutnya, masalah tersebut harus dikaji serius dengan melibatkan pihak-pihak yang berkompeten.

“Soal ini, kita perlu menyikapi dengan baik dengan melibatkan beberapa aspek penting, termasuk kesadaran lingkungan, tanggung jawab sosial, dan ekonomi berkelanjutan,” kata Mirdasy usai menjadi narasumber Sarasehan bertajuk “Merumuskan Ekonomi Berkeadilan bersama Kelestarian Lingkungan: Narasi Alternatif Pembangunan Lingkungan Hidup” yang diadakan LHKP PP Muhammadiyah di Aula Tahfidz Pondok Muhammadiyah Boarding School (MBS) Pogalan, Kabupaten Trenggalek, Sabtu (20/7/2024).

Untuk diketahui, tambang emas di Trenggalek telah menjadi topik perdebatan dan kontroversi yang melibatkan berbagai pihak. Termasuk pemerintah, perusahaan penambangan, dan masyarakat lokal.

PT Sumber Mineral Nusantara (SMN), perusahaan tambang emas yang memperoleh izin di lahan seluas 12.834 hektar atau sekitar 10 persen luas wilayah Trenggalek yang mencapai 120.000 hektar.

Izin operasi produksi SMN berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Timur tertanggal 24 Juni 2019 selama 20 tahun. Ada sembilan kecamatan bakal terdampak, yakni, Tugu, Karangan, Suruh, Pule, Dongko, Gandusari, Munjungan, Kampak, dan Watulimo.

Mirdasy lalu mengutip ayat Al-Qur’an dalam Surat Al-Baqarah ayat 30: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.

Kata dia, dalam konteks tafsir Al-Qur’an, pada setiap langah manusia selalu membikin kerusakan. Dan faktanya, dalam setiap pembangunan senantiasa dua unsur, yakni merusak dan memperbaiki.

“Begitu pula dengan pertambangan dan lingkungan hidup, dua unsur itu pasti terjadi. Ada unsur merusak, tapi juga unsur memperbaiki,” tutur mantan ketua Pemuda Muhammadiyah Wilayah Jatim tersebut.

Bagi Muhammadiyah, terang Mirdasy, sikap terbaik tidak menjadi ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Di mana ekstrem kanan bersikap mendukung pembangunan tanpa peduli  lingkungan. Sementara ekstrem kiri menolak karena sangat peduli lingkungan.

“Makanya perlu sikap tengah (wasathiyah) yang melakukan pembangunan dan tidak melakukan perusakan lingkungan,” tegasnya..

Mirdasy berpesan agar orang-orang baik di Muhammadiyah terlibat dan ikut andil dalam proses pembangunan, ikut mencarikan solusi, dan menjaga lingkungan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini