*) Oleh: Ferry Is Mirza DM
Ini adalah sebuah kaidah yang sangat agung. Kaidah agama yang dibangun di atas cinta, kasih sayang, dan kemudahan.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
“Dan Dia tidak menjadikan kesukaran untukmu dalam agama.” (QS. Al-Hajj: 78)
Allah tidak menjadikan agama ini sebagai sesuatu yang sulit dan sukar untuk hamba-hamba-Nya.
Oleh karena itu, terkait dengan amalan di dalam agama ini setidaknya terdapat dua jenis, yaitu:
Pertama: Jenis amalan yang seorang hamba tidak mampu untuk mengerjakannya. Maka, dalam hal ini Allah tidak membebani hamba-hamba-Nya untuk hal tersebut. Di antara contoh hal ini adalah Puasa Wishal. Yaitu, seorang hamba melanjutkan puasa tanpa berbuka.
Hal ini dimakruhkan oleh banyak ulama, sebagian ulama lagi mengharamkannya. Diantara yang mengharamkannya adalah Syekh Al-‘Utsaimin rahimahullah. Karena terdapat larangan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Kedua: Jenis amalan yang seorang hamba mampu untuk mengerjakannya, dan terdapat hikmah ketika seorang hamba mengerjakannya. Maka, Allah perintahkan hamba- hamba-Nya untuk mengerjakannya.
Namun, bersamaan dengan perintah itu, jika terdapat kesulitan dan kesukaran, maka pasti akan ada keringanan dan kemudahan pada amalan tersebut. Bisa dengan digugurkan atau dengan diringankannya amalan itu.
Berikut ini dalil-dalil yang berkaitan dengan kaidah ini,
“Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran.” (QS. Al-Baqarah: 185)
“Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
“Allah tidak membebani kepada seseorang, melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya.” (QS. At-Talaq: 7)
“Bertakwalah kamu kepada Allah sekuat kemampuanmu!” (QS. At-Taghabun: 16)