UM Surabaya

Kita mungkin merasa bahwa apa yang mereka sembah bukanlah Tuhan yang benar sehingga kita merasa bebas merendahkan apa yang mereka sembah, tapi Al-Qur’an memperingatkan kita akan hal itu.

Lebih lanjut, bagaimana dengan dialog tentang isu-isu lain selain isu ketuhanan? Ini adalah titik awal yang sangat penting untuk dialog, dan bukan hanya titik awal tetapi juga berkelanjutan.

Ini adalah bidang-bidang di mana dialog dapat terjadi dan harus terjadi karena mengingat begitu banyak masalah yang hanya dapat diselesaikan secara kolektif.

Jika umat Islam sendiri atau orang Kristen sendiri mencoba menyelesaikan masalah ini, mereka tidak bisa.

Tapi jika digabungkan, Muslim, Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, Konfusianisme, Taois, orang-orang dari semua agama, bahkan orang-orang yang tidak beragama, dapat berkumpul dan menyelesaikan beberapa krisis kemanusiaan umum yang kita hadapi dari waktu ke waktu.

Jadi, untuk tingkat keterlibatan tertentu mengharuskan kita mengesampingkan pertanyaan teologis dan kita melihat masalah praktis yang dihadapi seluruh manusia.

Tapi tentu saja kita tidak ingin mengencerkan keyakinan kita sendiri. Itu tidak berarti bahwa kita mengesampingkan masalah teologis selamanya. Artinya ada waktu dan tempat untuk segalanya.

Ada waktu dan tempat di mana kita akan membahas masalah teologis, dan kemudian ada konteks lain di mana kita akan fokus pada beberapa masalah lain. Dan dalam konteks tersebut, kita ingin menjadi seinklusif mungkin. (*)

*) Artikel ini tayang di suaramuhammadiyah.id

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini