Agar Tidak Taklid Satu Pandangan, Mubaligh Muhammadiyah Harus Kuasai Manhaj
Saad Ibrahim
UM Surabaya

Mubaligh Muhammadiyah diharapkan mampu menguasai manhaj, sehingga mad’u atau objek dakwah menjadi kaya akan pengetahuan dan tidak taklid terhadap satu pandangan saja.

“Maka tugas kita sebagai warga Muhammadiyah sekaligus juga bangsa itu bagian dari mencerdaskan bangsa itu,” ujar Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr. Saad Ibrahim saat memulai sambutan dalam agenda Konsolidasi Strategi Dakwah Muhammadiyah yang diselenggarakan Majelis Tabligh PP Muhammadiyah di Jakarta, Selasa (23/7/2024).

Dalam melakukan dakwah, terang Kiai Saad, mubalig Muhammadiyah juga harus memperhatikan relasi kuasa.

Hal itu penting dilakukan supaya pesan dakwah yang disampaikan tidak terjadi noise atau bahkan konten dakwahnya ditolak sebelum disampaikan.

“Saya minta kepada mubalig kita itu untuk tidak terlalu masuk pada urusan-urusan yang hemat saya kecil, apalagi menempatkan Muhammadiyah yang face to face dengan pihak lain. Padahal pihak lain itu sebenarnya berada di bawah Muhammadiyah dan sebagainya,” katanya.

Kiai Saad menekan supaya mubalig Muhammadiyah tidak terjebak pada isu-isu yang sifatnya banalitas, yang hanya menguras energi seperti perdebatan mengenai nasab yang akhir-akhir ini ramai dibincangkan di media sosial.

“Sementara proses untuk mencerdaskan umat itu masih panjang. Hematnya, urusan umat tidak bisa diselesaikan hanya dari tayangan wejangan dakwah melalui media sosial.,” tegasnya

Kiai Saad juga menjelaskan, perintah dakwah tidak dikhususkan pada salah satu manusia atau hanya kepada para nabi saja, melainkan perintah dakwah bersifat umum untuk semua muslim.

Kiai Saad lalu merujuk Tafsir At Thabari pada Surat An Nahl ayat 125, dakwah dimaknai sebagai perintah untuk menjelaskan wahyu Allah SWT, baik yang berada di Al-Qur’an maupun dari sunah atau hadis nabi.

Masih dalam surat dan tafsir yang sama, dakwah juga dapat dilakukan dengan cara menyampaikan ajaran melalui teladan yang indah atau baik. Serta beradu argumen atau berdebat secara baik dengan pihak yang berseberangan.

“Tentu yang paling awal dakwah itu dimaknai dengan mengimbau orang untuk menerima Islam, ada kalanya orang menerima Islam itu dimulai dari menerima ajaran Qur’an dan sunah,” jelasnya.

Berkaca dari kenyataan ketertarikan orang untuk menerima Islam, Kiai Saad menyebutkan, ada yang menerima Islam setelah membaca ayat-ayat Al-Qur’an, melihat teladan baik dari umat Islam, termasuk juga ada yang menerima Islam dari perdebatan.

Selain itu juga tidak sedikit orang menerima Islam dari cara-cara yang lain, karena hidayah itu mutlak hak prerogatif Allah SWT. (*/tim)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini