Paradoks Pengelolaan Tambang oleh Muhammadiyah
foto: antara
UM Surabaya

*) Oleh: Syahrul Ramadhan, S.H., M.Kn,
Sekretaris LBH AP PD Muhammadiyah Lumajang

Persyarikatan Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berdiri sejak tahun 1912. Organisasi ini didirikan oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan dengan misi utama untuk memajukan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial umat Islam di Indonesia.

Salah satu pesan penting Kyai Ahmad Dahlan adalah “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup di Muhammadiyah”. Pesan ini menekankan pentingnya menjadikan Muhammadiyah sebagai wadah berkhidmat, bukan mencari keuntungan pribadi.

Namun, dalam praktik pengelolaan tambang, pesan ini sering kali menghadapi tantangan paradoksal antara idealisme dan realitas ekonomi.

Prespektif Syar’i

Dalam Islam, pengelolaan sumber daya alam, termasuk tambang, harus dilakukan dengan prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kemaslahatan umat. Beberapa dalil syari yang relevan adalah:

1. Al-Qur’an, Surah Al-Anbiya Ayat 107 : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Ayat ini menekankan bahwa segala tindakan, termasuk pengelolaan tambang, harus membawa manfaat bagi umat manusia dan lingkungan.

2. Hadis Riwayat Al-Tirmidzi : “Barang siapa merusak bumi Allah, maka Allah akan merusak kehidupannya.” Hadis ini mengajarkan pentingnya menjaga bumi dan tidak merusaknya demi keuntungan pribadi.

3. Al-Qur’an, Surah Al-Baqarah Ayat 205 : “Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” Ayat ini melarang perbuatan merusak lingkungan dan menekankan tanggung jawab manusia untuk menjaga kelestarian alam.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini