Perdagangan orang (human trafficking) marak dan masif di Indonesia. Sehingga, sudah saatnya semua elemen masyarakat termasuk Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan, harus bangkit bersatu bersama menyuarakan dan bergerak jihad melawan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Perdagangan Manusia adalah perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan orang dengan paksa, penipuan atau penipuan, dengan tujuan untuk memanfaatkan mereka untuk mendapatkan keuntungan.
Sementara, PBB dalam Sidang Umum-nya pada tahun 1994 mendefinisikan trafficking sebagai berikut: “Pemindahan orang melewati batas nasional dan internasional secara gelap dan melanggar hukum, terutama dari negara berkembang dan dari negara dalam transisi ekonomi.”
Modus operandi human trafficking semakin beragam dengan pola jaringan semakin meluas. Tidak hanya skala nasional tetapi sudah menjangkau hingga tingkat global internasional.
Artinya, permainan perdagangan orang ini sudah melibatkan banyak jaringan mafia dari tingkat lokal, nasional, hingga internasional.
Masifnya perdagangan orang di Indonesia terkonfirmasi dari data yang dikeluarkan oleh Kementerian PPA dan B2PMI.
Berdasarkan data kedua lembaga tersebut kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia total korban terlapor 2.356 orang selama Januari 2007-Desember 2022. Dengan rincian 1.200 anak-anak, 1.087 perempuan, 69 Laki-laki.
Dan jumlah terlapor korban perdagangan orang di Indonesia semakin tahun mengalami peningkatan. Dari tahun 2019 terdapat 226 kasus, tahun 2020 terdapat 442 kasus, tahun 2021 terdapat 683, tahun 2022 terdapat 401 kasus.
Sementara laporan per Januari 2020-April 2023 dilaporkan data pulang dalam keadaan meninggal 1.859 orang. Sementara jumlah pekerja migran tanpa dokumen legal sekitar 4,4 juta orang.
Data tersebut menunjukkan kondisi yang miris bagi kemanusian dan berbahaya bagi nasib mereka yang terperangkap (human trafficking). Perdagangan manusia menimbulkan dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan para korban.
Tidak jarang, dampak negatif hal ini meninggalkan pengaruh yang permanen bagi para korban. Dari segi psikis, mayoritas para korban mengalami stres dan depresi akibat apa yang mereka alami.
Human trafficking diatur dalam Pasal 297 KUHP, akan tetapi karena Human trafficking orang sudah berkembang menjadi kejahatan transnasional yang terorganisir.
Ada pun faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang adalah faktor kesempatan, ekonomi, pendidikan, dan sosial budaya. Faktor ekonomi dan pendidikan adalah faktor terbesar penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang.
Dari kondisi tersebut, terus bagaimana Muhammadiyah harus bersikap?
Hemat penulis, Muhammadiyah harus terlibat aktif turun gunung untuk dakwah kemanusian dengan menggerakkan semua potensi yang dimiliki untuk melawan jihad terhadap kemungkaran kemanusiaan perdagangan orang.
Hal itu sebagai wujud dari praksis teologi Al Maun yang membela dan memperjuangkan kaum marginal tertindas (mustadafin) dari orang atau kelompok penindas.
Muhammadiyah bisa melakukan strategi dakwah melawan kemungkaran kemanusiaan perdagangan orang dengan cara:
Pertama, membentuk posko dan satgas anti perdagangan orang lewat Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) dengan Majelis Hukum HAM. Satgas ini bertugas sebagai alat untuk tempat pengaduan dan advokasi bagi mereka korban perdagangan orang.
Kedua, Muhammadiyah membuat lembaga pendidikan Pekerja Migran semacam BLK. Sebagai pusat pendidikan dan pelatihan untuk membangun kesadaran hukum, skill untuk pekerja migran, dan jejaring pekerja migran agar mereka siap semuanya baik dari aspek hukum, skill dan sosial.
Ketiga, Muhammadiyah perlu menginisiasi membuat Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI) sebagai wadah organisasi sosial politik untuk memperjuangkan nasib pekerja migran agar mereka bisa hidup layak dan setara hak dan kewajibannya. (*)