UM Surabaya

Kriteria Pekerja Muslim

Pertama, pegawai yang menunaikan pekerjaan dengan ikhlas. Sebagai seorang pegawai maka sudah sepantasnya bekerja dengan sungguh-sungguh mengharapkan imbalan pahala dari Allah, bukan semata hanya gaji yang diharapkan.

Jika keikhlasannya bekerja karena Allah maka ia berhak mendapatkan balasan atas pekerjaannya di dunia dan di akhirat.

Hal ini seperti yang digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 114 yang artinya: “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar”.

Kedua, amanah yang kuat. Landasan utama seseorang memilih untuk bekerja hendaknya ia harus kuat secara fisik dan amanah. Karena dengan kekuatannya itu ia mampu memikul beban amanah yang diberikan oleh atasannya dan siap memikul tanggung jawabnya.

Dengan amanah itu pula ia sanggup meletakkan perkara-perkara pada tempatnya tanpa harus menyakiti dan menyinggung orang lain baik dari ucapan ataupun sikapnya.

Ketiga, Menjaga Jam Kerja Untuk Kepentingan Pekerjaan. Waktu hadir dan pulang telah ditentukan pada lembaga tersebut, maka wajib atas setiap pekerja untuk menggunakan waktu dengan baik.

Dari waktu itulah ia menerima upah dengan sempurna. Jika ia tidak ingin dikurangi haknya sedikit pun, maka hendaklah ia tidak mengabaikan tanggung jawabnya, tidak korupsi waktu dan tidak lari dari jam kerjanya.

Allah telah mencela al Muthaffifin (orang-orang yang curang) dalam timbangan, yang menuntut hak mereka dengan sempurna dan mengurangi hak-hak orang lain.

Allah Ta’ala berfirman: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran, dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi, tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam”. (QS. Al-Muthaffifin [83]:1-6).

Keempat, atasan adalah teladan bagi bawahannya. Apabila melakukan kewajiban mereka dengan sempurna, tentu bawahannya akan mencontoh mereka.

Sebagai atasan yang baik, ia harus mampu mengayomi dan membimbing bawahannya dengan sabar dan ikhlas, tidak perlu menjadikan bawahannya sebagai kambing hitam atas ketidakmampuannya, menjaga sikap, ucapan dan kebijakan yang tidak merugikan bawahannya. Pemimpin yang seperti ini adalah yang dirindukan surga.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini