Apa yang terjadi pada kaum Nabi Nuh menjadi pembenar adanya berhala-berhala sebagai perantara untuk menyampaikan hajat mereka kepada Allah. Bahkan seruan untuk menyembah berhala itu ditopang oleh para penguasa lokal, sehingga pemberhalaan kepada makhluk selain Allah itu terus berlangsung. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَ قَا لُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَا عًا ۙ وَّ لَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yagus, Ya’uq, dan Nasr.” (QS. Nuh : 23)
Proses pemberhalaan terhadap makhluk ini merupakan bentuk kecongkakan profetik dari kaum terdahulu. Dikatakan kecongkakan profetik, karena mereka mengetahui bahwa hanya Allah yang mampu memberi segalanya dan mengatur segala urusan mereka. Namun ketika tiba saatnya untuk melakukan penyembahan tunggal hanya kepada Allah, mereka enggan.
Keengganan untuk mengagungkan Allah semata dengan melakukan penyembahan kepada-Nya saja jelas merupakan kesombongan profetik.
Oleh karena itu, Nabi Ibrahim menilai bahwa orang-orang kafir tak layak mendapatkan bagian kenikmatan di dunia ini dan rezeki itu hanya milik orang yang beriman dan percaya pada hari akherat.
Pandangan Nabi Ibrahim ini sangat logis, karena orang kafir telah melakukan kesalahan fatal terhadap Allah.
Namun, Allah menangguhkan azab-Nya di akhirat dengan masih menunjukkan kemurahan-Nya dengan memberi kenikmatan sementara di dunia ini. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :
وَاِ ذْ قَا لَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّا رْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنْ اٰمَنَ مِنْهُمْ بِا للّٰهِ وَا لْيَوْمِ الْاٰ خِرِ ۗ قَا لَ وَمَنْ كَفَرَ فَاُ مَتِّعُهٗ قَلِيْلًا ثُمَّ اَضْطَرُّهٗۤ اِلٰى عَذَا بِ النَّا رِ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, “Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu di antara mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian,” Dia (Allah) berfirman, “Dan kepada orang yang kafir akan Aku beri kesenangan sementara, kemudian akan Aku paksa dia ke dalam azab neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah : 126)
Allah masih memberi waktu kepada orang-orang kafir dengan memberi kenikmatan sementara di dunia.
Hal ini dengan harapan mereka bisa menyadari Rahman dan Rahim Allah kepada hamba-Nya, sehingga mereka mau mentauhidkan-Nya.
Namun, Allah mengancam mereka dengan neraka sebagai seburuk-buruk tempat ketika tetap dalam kecongkakan profetik, dimana tetap kafir.
Surabaya, 31 Juli 2024.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News