Nabi Muhammad menunjukkan kapasitasnya sebagai sosok yang cerdas ketika menghadapi polemik yang sangat pelik. Betapa tidak, di saat merayakan kemenangan pasca perang, Nabi Muhammad harus menghadapi ganjalan dari kaum Anshar.
Saat kemenangan melawan kabilah Hawazin dalam perang Hunain, nabi memperoleh harta rampasan yang sangat melimpah. Nabi membagi habis ghanimah (harta rampasan yang dibagikan pasca perang) itu kepada orang-orang Makkah, sementara kaum Anshar tidak mendapatkan apa-apa.
Hal ini membuat perasaan kaum Anshar merasa takut karena khawatir Nabi akan kembali kepada tanah kelahirannya (Makkah) dan tidak lagi kembali ke Madinah untuk membimbingnya.
Namun Nabi berhasil mengatasi situasi sulit ini sehingga membuat hubungan Nabi Kamu dulu sesat akulah yang memberi petunjuk dengan kaum Anshar cair dan mesra kembali.
Pembagian Ghanimah
Dalam memerangi kaum muslimin dalam perang Hunain, kabilah Hawazin mengerahkan semua yang dimilikinya. Hewan ternak (unta, kambing), keluarga (anak, istri), dan barang-barang berharganya dibawa ke medan perang.
Namun Nabi dan kaum muslimin berhasil mengalahkannya. Sehingga kaum muslimin berhak atas semua harta rampasan yang sebelumnya menjadi hak milik kabilah Hawazin.
Melimpahnya binatang ternak itu membuat nabi membagikan semuanya hingga habis kepada semua orang Makkah yang mengikuti perang, nabi memberikan unta, kambing kepada setiap orang Makkah yang berpartisipasi dalam perang dengan jumlah yang cukup banyak.
Ada yang menerima 10 ekor, dan pula yang menerima 100 ekor, dan ada pula yang menerima 300 hingga 400 ekor unta. Sementara orang-orang Anshar hanya melihat adegan pemberian ghanimah itu tanpa menerima apa pun.
Di saat selesai pembagian ghanimah itu, nabi mendengar suara-suara kurang nyaman. Nabi mendengar kekhawatiran orang Anshar bahwa dirinya sudah jatuh hati dan sangat gembira-nyaman dengan orang Makkah, dan melupakan orang Anshar.
Betapa tidak, nabi telah memberikan semua ghanimah kepada orang-orang Makkah dan tidak memberikan satu pun hewan ternak kepada penduduk Anshar.
Bisikan-bisikan itu terdengar nabi, sehingga nabi pun merasa terganjal hatinya. Nabi pun memanggil Sa’ad bin Ubadah (tokoh utama Anshar) untuk mengkonfirmasi hal itu. Nabi pun menanyakan kepada Sa’ad bagaimana perasaannya.
Dengan jujur, kepala kabilah Khazraj itu menyatakan perasaannya yang sama dengan kaumnya. Maka nabi pun meminta Sa’ad bin Ubadah untuk mengumpulkan seluruh orang Anshar dan tidak boleh diikuti oleh kaum Muhajirin.
Setelah kaum Anshar berkumpul, maka Nabi mulai berpidato dengan memuji Allah, dan kemudian memberi pertanyaan kepada orang Anshar dengan pertanyaan yang sangat luas dan jelas.
Nabi memulai pertanyaan dengan kalimat : “Wahai kaum Anshar, kamu dulu hidup dalam keadaan tersesat, dan aku membuat kalian berada di atas jalan bercahaya dan terang. Kamu dulu selalu berperang bersama saudaramu (Aus dan Khazraj) sehingga saling bunuh tanpa bisa terhenti hingga kedatanganku.”
Nabi pun bertanya : Apakah benar pernyataanku ini ?” “Tolong dijawab”. Nabi pun tidak mendengar respons kaum Anshar. Kaum Anshar pun terdiam tak mampu menjawab pertanyaan yang sulit ditolak.
Karena kenyataannya, mereka jelas-jelas berada di jalan yang sesat sebelum kedatangan utusan Allah ini. Mereka pun mengakui peran Nabi Muhammad dalam mengakhiri perang saudara, hingga bersatu menjadi saudara yang saling membantu dan saling menolong.
Nabi pun bernarasi sambil bertanya dan membantu kunci jawabannya.
Nabi mengatakan: “Dahulu aku berdakwah di Makkah dan tak ada penduduk pun yang menerima seruanku.“Pada saat itu engkau (orang Anshar) yang mempercayaiku dan siap ikut ajaranku.”
“Kamu (wahai Anshar) boleh mengatakan bahwa Muhammad orang terusir sehingga kami (Anshar) yang menerima dan mau melindunginya.”
“Kamu (Muhammad) tidak punya orang yang menghibur, karena tidak memiliki tempat tinggal dan pekerjaan. Maka Kamilah (Anshar) yang menghibur dan memberi tempat tinggal dan pekerjaan”
Sosok Pemimpin Paripurna
Nabi pun mengatakan: “Kamu tidak enak hati ketika aku membagi ghanimah kepada orang Makkah yang baru masuk Islam. Mereka manusia yang baru saja masuk Islam. sehingga butuh penguatan dengan harta.
Sementara hati dan iman kalian (wahai orang Anshar) sudah kuat sehingga tidak butuh harta. Mereka sekarang pulang bersama kambing dan untanya. Aku kembali dan menetap di Madinah Bersama kalian.
Andai kata ada orang Anshar berjalan menuju bukit dan orang-orang lain berjalan di jalan lain, maka aku akan memilih dan mengikuti jalan orang-orang Anshar”
Mendengar hal itu, maka orang-orang Anshar menangis hingga basah jenggot-jenggot mereka. Mereka tak bisa membantah argumen nabi yang sangat kuat. Nabi membagi ghanimah kepada orang Makkah bukan karena hatinya condong kepada kaum kerabatnya dan ingin kembali ke Makkah.
Pemberian ghanimah itu semata agar hati-hati mereka condong dan tertarik untuk memeluk Islam. Nabi pun menguatkan hati orang Anshar dan dirinya akan membersamai orang-orang Anshar dan terus membimbing menunjukkan cahaya yang sempurna.
Orang-orang Anshar pun semakin lega dan gembira. Meskipun pulang tanpa ghanimah, tetapi mereka berhasil membawa Nabi kembali ke Madinah untuk membimbing mereka.
Dalam benak mereka mulai timbul kepercayaan diri yang penuh kepada Nabi. Mereka siap berjuang membela Islam bersama nabi dan senantiasa berada di garda depan dalam membela utusan Allah yang paling mulia ini.
Dalam konteks ini. nabi merupakan sosok manusia sekaligus pemimpin yang kokoh dan paripurna.
Betapa tidak, Nabi berhasil meredakan kegelisahan kaum Anshar dan mengembalikan kepercayaan secara penuh hingga siap membela Islam dan senantiasa berada di garis depan dalam membela nabi dari gangguan siapa pun. (*)
*) Dr. Slamet Muliono Redjosari, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur