Pemerintah mengizinkan praktik aborsi secara bersyarat lewat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan yang sudah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal tersebut tertuang pada Pasal 118 PP 28/2024.
Ada dua kondisi yang membolehkan praktik aborsi dalam pasal itu, yaitu (1) harus ada bukti surat keterangan dokter atas usia kehamilan yang sesuai dengan tindak pidana perkosaan, dan yang ke (2) harus ada keterangan penyidik mengenai adanya dugaan perkosaan dan/atau kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan.
Pakar Perempuan dan Anak Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Sri Lestari turut memberikan tanggapan.
Tari menilai, pengesahan undang-undang tersebut memang selayaknya diapresiasi baik. Namun, ada beberapa hal yang penting untuk dipertimbangkan, yaitu dua syarat yang ada. Terutama untuk syarat mendapatkan keterangan penyidik.
“Selama ini, proses hukum bagi kasus korban kekerasan seksual atau perkosaan tergolong memakan waktu lama,” ujar Tari Jumat (2/8/24)
Menurutnya, untuk mendapatkan keterangan berarti korban harus melapor langsung padahal dengan proses yang lama itu tentu bagi korban yang tahu/tidak tahu dirinya hamil dapat kemudian terhalang melakukan tindakan aborsi karena usia kehamilan sudah melebihi batas waktu yang ditetapkan undang-undang.
“Selain itu, kita semua tahu bahwa akses fasilitas kesehatan di Indonesia masih kurang dalam hal menyediakan akses aborsi yang aman untuk korban kekerasan seksual,” terang Tari.
Kata dia, adanya syarat yang menyebutkan bahwa harus ada dewan pertimbangan dalam pelayanan aborsi menyebabkan jalan korban kekerasan seksual/perkosaan semakin terjal dan berliku.
Seringkali, dewan pertimbangan ini justru menjadi kendala yang dapat menyebabkan korban takut untuk memutuskan aborsi.
Bagi korban, tindakan kekerasan seksual atau perkosaan tentu dapat berdampak bagi fisik dan psikisnya. Setidaknya, jalan aborsi yang sah secara hukum dan aman dapat satu saja meringankan beban mereka.
“Sehingga, PR utama pemerintah adalah melakukan perbaikan di lini fasilitas kesehatan yang menyediakan pelayanan aborsi yang aman juga melakukan sosialisasi serta koordinasi di semua lini termasuk kepolisian, kementerian dan lembaga lainnya agar kebijakan ini kelak tidak sekadar menjadi pepesan kosong belaka dan tak berdampak nyata bagi korban,” tandas Tari. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News