Nah, melalui fikih lingkungan (fiqh al-bi’ah), pesan lingkungan dari agama bisa ditransfer dan menjadi inspirasi baru bagi pengelolaan lingkungan hidup.
Rumusan fikih lingkungan sejatinya dapat digunakan sebagai panduan tindakan preventif agama supaya perilaku manusia tidak melawan alam.
Walhasil, menjaga dan melestarikan lingkungan bukan lagi sekadar wajib kifayah, melainkan berhukum wajib ‘ain, yakni kewajiban yang hanya bisa gugur apabila setiap insan di muka bumi ini menunaikannya.
Inilah produk fikih lingkungan (fiqh al-bi’ah) melengkapi maqasit syariah yang lima agar dapat menjaga lingkungan (hifzul bi’ah) dan mengharamkan merusak lingkungan.
Oleh karena itu, mengelola tambang secara syariah perlu dilakukan sehingga terhindar dari kerusakan (mafsadat).
Dewan Pengawas Syariah penting untuk melakukan pengawasan dari hulu hingga hilir sehingga praktik pertambangan berjalan sesuai tujuan syariah (maqasid syariah).
Kita tidak ingin kerusakan dan keserakahan pengelolaan tambang yang hanya dikuasai sekelompok orang yang menyebabkan keserakahan.
Akan tetapi, kita berharap pengelolaan tambang yang akan dilakukan ormas mendatangkan kemaslahatan guna melestarikan dan memuliakan hidup sehingga dapat mewujudkan melestarikan lingkungan hidup. (*)
*) Artikel ini tayang di suaramuhammadiyah.id
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News