*) Oleh: Ubaidillah Ichsan, S.Pd,
Korps Mubaligh Muhammadiyah (KMM) PDM Jombang.
“Sometimes God uses pain to remind, correct, direct, and perfect our lives”
(Terkadang Tuhan menggunakan rasa sakit untuk mengingatkan, mengoreksi, mengarahkan, dan menyempurnakan hidup kita)
Dalam menjalani kehidupan di dunia, kita mendapatkan berbagai macam ujian dan rintangan yang salah satunya adalah diturunkannya rasa sakit oleh Allah kepada para hamba-hamba-Nya.
Ketika rasa sakit datang, tidak jarang manusia berkeluh kesah, merasa kesakitan dan tidak nyaman dengan kondisi yang dialaminya, bahkan terkadang rasa sakit yang sebentar terasa lama dengan kepedihan dan keperihan yang sedang dialami.
Dengan rasa sakit yang ada, mungkin tidak semuanya dapat menahan rasa sabar ketika menerima cobaan dan ujian seperti ini.
Di antara mereka ada yang putus asa hingga tidak mau berobat, di antara mereka ada yang sudah berusaha berobat hingga putus asa kemana lagi harus mencari kesembuhan.
Bahkan mungkin saja ada yang memutuskan menemui ajalnya dengan cara bunuh diri sebab rasa sakit yang dialaminya.
Menurut KH Ali Yafie dkk dalam buku sakit Menguatkan Iman, Uraian Pakar Medis dan Spiritual, sakit merupakan sebuah keadaan yang wajar yang terjadi pada tubuh setiap orang.
Oleh karena itu, tidak perlu berkeluh kesah atas penyakitnya, tapi fokuslah pada penyembuhan.
Selain fokus pada pengobatan, seorang Muslim juga dianjurkan untuk dapat memaknai ujian sakit dari Allah tersebut dengan penuh keimanan.
Dengan begitu, ujian sakit yang diberikan Allah padanya dapat mendatangkan kebaikan.
Ada suatu anjuran dari Rasulullah saw kepada kita untuk bersabar ketika ditimpa rasa sakit. Kesabaran yang kita hadirkan, ketika sakit melanda kita, akan berbuah pahala di sisi Allah.
Dari Abu Said Al-Khudri dan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, atau penyakit, atau kekhawatiran, atau kesedihan, atau gangguan, bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya karenanya” (HR. Al-Bukhari No. 5642 dan Muslim No. 2573)
Dari hadis ini, kita mendapati bahwa musibah yang menimpa seorang Muslim sesungguhnya adalah penghapus kesalahan dan dosa yang pernah ia perbuat.
Musibah di sini maknanya umum, boleh jadi ia adalah kesedihan sebab kehilangan sesuatu maupun orang yang dicintai, rasa sakit yang melanda baik secara lahir maupun batin, problematika kehidupan, rasa tidak aman, dan kekhawatiran bahkan ketakutan.
Mengenai kesabaran yang kita lakukan di kala kita dalam rasa sakit, Allah berfirman dalam Al-Quran bahwa ada ganjaran dan pahala bagi orang-orang yang sabar, di mana pahala tersebut tidak terbatas jumlahnya. Sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar akan dipenuhi pahala mereka tanpa hitungan” (QS. Az-Zumar: 10)
Bagaimana agar kesabaran kita bisa meringankan penderitaan?
Pertama, kita harus yakin bahwa sakit yang menimpa kita tidak seberapa jika dibandingkan dengan segala nikmat pemberian Allah SWT. Bagi yang sakit stroke, diabetes, liver, kanker, gagal ginjal, misalnya, sadarilah bahwa masih banyak nikmat lain yang bisa kita rasakan.
Bukankah kita masih bisa merasakan nikmat penglihatan, pendengaran, bahkan masih bisa merasakan nikmatnya makanan lezat. Belum lagi, kita masih diberi keluarga yang menyayangi kita.
Kedua, hibur diri kita dengan orang lain yang senasib dengan kita. Yakinilah, setiap orang pasti memiliki masalah dan musibahnya masing-masing.
Menghibur diri dengan musibah-musibah orang lain termasuk salah satu cara jitu untuk mengurangi kesedihan dan meringankan penderitaan.
Ketika kita ditimpa satu penyakit, ingatlah bahwa orang lain ada yang ditimpa penyakit komplikasi.
Ketika kita menderita akibat sakit asam lambung, lihatlah orang lain yang menderita sakit lever. Ketika kita ditimpa gagal ginjal, tengoklah orang lain yang menderita gagal jantung.
Ketiga, anggaplah enteng penyakit yang menimpa kita. Jangan mendramatisasi penyakit yang ada. Jika mau jujur, permasalahan yang terjadi di dalam hidup kita adalah hasil dari dramatisasi yang dilakukan oleh diri kita sendiri.
Kita lebih banyak merasakan penderitaan atas kenyataan yang terjadi sebagai akibat dari karangan kita sendiri, kekhawatiran kita sendiri, dan kepanikan kita sendiri. Ternyata, semua itulah yang membuat kita menjadi merasa tertekan dan menderita.
Oleh karena itu, kendalikan diri sebisa mungkin agar terhindar dari sikap mendramatisasi masalah yang sedang terjadi.
Janganlah larut dalam jebakan-jebakan sikap yang mempersulit diri sendiri. Karena, sikap-sikap seperti itulah yang akan semakin memperbesar kesulitan dan penderitaan di dalam diri.
Semoga bermanfaat. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News